Ada Kejanggalan, Klaim Vaksin Corona AstraZeneca Diragukan

0

Pelita.online – Sebagian pihak ternyata meragukan klaim kemanjuran vaksin corona Astra Zeneca 70 persen efektif lantaran ada kejanggalan dalam pengambilan data klaim tersebut.

Pejabat di Amerika Serikat (AS) menyebut, klaim AstraZeneca yang bekerjasama dengan Universita Oxford itu dibuat berdasarkan data yang tidak jelas. Sebab, hasil uji klinis yang dikeluarkan AstraZeneca tidak menjelaskan bagaimana efek vaksin itu terhadap orang tua.

Hal ini diungkap Moncef Slaoui, Kepala Operasi Warp Speed, inisiatif AS untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menurutnya, peserta vaksin Covid-19 AstraZeneca hanya berusia 55 tahun ke bawah.

Keluhan juga datang dari para akademisi, mereka menganggap AstraZeneca tak cukup transparan dengan hasil uji klinis itu.

“Siaran pers mereka menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban,” jelas John Moore, Profesor Mikrobiologi dan Imunologi dari Fakultas Kedokteran Weill Cornell, seperti dikutip The New York Times.

Masalah lain muncul lantaran pengumuman efektivitas vaksin yang dibuat AstraZeneca ternyata tidak berdasarkan hasil uji klinis fase 3 seperti yang dilakukan Moderna dan Pfizer-BioNTech (BNT).

Akibatnya, ada kemungkinan vaksin ini akan sulit mendapat izin penggunaan darurat.

“Saya kira mereka merusak sendiri kepercayaan terhadap program pengembangan vaksinnya,” kata Geoffrey Porges, analis bank investasi SVB Leerink, seperti dikutip Wired.

Meski demikian, juru bicara AstraZeneca menyebut vaksin mereka sudah di uji coba dengan standar tertinggi.

Data yang digunakan AstraZeneca untuk mengumumkan efektivitas vaksin ternyata berdasarkan dua studi berbeda. Pertama, studi yang dilakukan di Inggris pada Mei lalu. Studi kedua dilakukan pada akhir Juni di Brazil.

Kedua studi ini berbeda satu dengan yang lain. Sebab, kedua studi tidak menggunakan dosis yang sama dalam uji coba. Uji coba melibatkan 11.363 relawan.

Vaksin AZD1222 yang diberikan di Brazil menggunakan dosis penuh dan terbukti 62 persen efektif untuk mencegah penyakit. Sementara penyuntikan setengah dosis yang diikuti dengan dosis penuh di Inggris terbukti 90 persen efektif.

Namun, hasil uji terakhir ini baru dilakukan pada 2.741 peserta uji, seperti dilaporkan Stat News. Hal inilah yang menjadi perhatian publik. Sebab, kedua uji klinis tidak menggunakan standar yang sama.

Selain itu, hasil pengujian yang dilaporkan Oxford-AstraZeneca juga hanya berdasarkan pengujian terhadap beberapa kelompok usia.

Mereka juga membuat klaim kalau menyuntikkan setengah dosis vaksin pada suntikan pertama, diikuti dengan dosis standar pada suntikan kedua, memberikan hasil yang lebih baik.

Tapi, pernyataan ini tak dibuat berdasarkan hasil pengujian di lapangan. Sehingga, hipotesis ini belum teruji.

Kejanggalan lain adalah terkait vaksin plasebo yang digunakan pada uji vaksin di Inggris dan Brasil. Di Inggris, relawan yang tak mendapat suntikan vaksin diberikan suntikan plasebo vaksin meningococcal. Sementara di Brasil, relawan diberikan suntikan garam sebagai plasebo.

Selain itu, hasil uji vaksin tahap 3 AstraZeneca juga tergolong lebih lambat dari Pfizer-BNT dan Moderna.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian terkait dengan rencana AstraZeneca untuk menggabungkan hasil analisis dari empat uji klinis berbeda di empat benua. Padahal baru setengah dari uji klinis itu yang sudah mencapai tahap 3. Selain itu, rancangan uji klinis di negara berbeda ini juga menggunakan cara mereka.

Gabungan analisis ini bakal dijadikan meta-analisis, seperti tertulis pada lampiran jurnal hasil uji di Inggris. Jurnal yang dipublikasikan The Lancent sudah melalui telaah rekan sejawat (peer reviewed).

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY