Akademisi: 2021, Saatnya Menghentikan Eksploitasi Agama untuk Komoditas Politik

0

Pelita.online – Akademisi dari Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta, Amir Mahmud, mengatakan, memasuki 2021, sudah saatnya bangsa ini menyudahi eksploitasi agama sebagai komoditas politik melalui maraknya politik identitas di ruang publik.

Amir Mahmud mengatakan, masyarakat harus memahami bahwa membela agama bukanlah sesuatu yang berseberangan dengan membela negara. Begitu pula sebaliknya, menegakkan ajaran Nabi juga bukan halangan untuk menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dosen pascasarjana Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam dari UNU Surakarta ini mengatakan, wawasan kebangsaan yang religius, agama tidak bertentangan dengan negara ini yang sedang dibangun. Hal ini harus dipahamkan kepada masyarakat.

Hal itulah yang sedang dia lakukan saat ini dalam berbagai kesempatan, khususnya mengenai bagaimana membangun masyarakat yang berwawasan kebangsaan religius.

“Saya melihat memang ada kecenderungan dari beberapa tokoh agama yang menjadikan agama sebagai kendaraan untuk melegitimasi tindakannya, seolah-olah ini adalah perintah dari agama. Inilah yang harus kita sudahi,” ujar Amir Mahmud, dalam keterangannya, Senin (18/1/2021).

Menurut dia, sejumlah tokoh memiliki kepentingannya sendiri tetapi menggunakan dalih agama.

Oleh karena itu, para tokoh nasional dan agama seharusnya memberikan suatu pernyataan atau sikap wawasan kebangsaan yang religius sehingga tidak selalu menjadikan perbedaan sebagai alat untuk melakukan perlawanan.

“Apalagi, hal ini selalu terjadi dalam konteks politik karena dalam teori poltik, pemerintah, dan rakyat ini memang selalu ada yang miss. Tinggal tergantung bagaimana membangun komunikasinya,” tutur Direktur Amir Mahmud Center yang bergerak dalam bidang kajian kontranarasi dan ideologi dari paham radikal terorisme ini.

Oleh sebab itu, dia berharap para tokoh di Indonesia dan para pemimpinnya memahami wawasan kebangsaan yang religius.

Terkait dengan perbedaan, menurut dia, memang harusnya ada yang namanya perbedaan. Akan tetapi, perbedaan tidak seharusnya sampai menyulut pada hal-hal yang sifatnya chaos dan lain sebagainya.

“Justru perbedaan ini harusnya memberikan warna dalam demokrasi kita. Hal ini sudah ada aturan dan tempatnya untuk menyalurkan perbedaan-perbedaan itu. Jadi, tinggal bagaimana masyarakat dan para tokoh ini menyikapi hal tersebut,” ucap mantan anggota Pelajar Islam Indonesia itu.

Amir Mahmud mengatakan, para tokoh tersebut harus betul-betul memahami ideologi Pancasila, khususnya sila pertama, karena di situlah letak wawasan kebangsaan yang religius yang sebetulnya berada.

Sumber: ANTARA

LEAVE A REPLY