Akademisi : Brussel Adalah Kota Yang Aman

0

Jakarta, Pelitaonline.id – Akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang pernah studi S3 di Brussel Dr Intan I Soeparna menyatakan bahwa Ibu Kota Belgia itu sebenarnya dikenal sebagai kota yang anti-diskriminasi.

“Jadi, ketika ada serangan teroris di Bandara Zaventem dan Stasiun Metro Malbeek, saya termasuk orang yang sangat kaget, karena selama enam tahun tinggal di Brussel, dan bagi saya termasuk ibu kota yang aman,” katanya saat dihubungi Antara dari Jakarta, Ahad.

Ketika diminta tanggapan mengenai apa yang terjadi di Brussel itu, staf pengajar Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unair itu menambahkan Brussel sebagai kota yang anti-diskriminasi juga dirasakannya dalam kapasitasnya sebagai seorang Muslim.

“Saya sebagai Muslim dan pendatang tidak pernah menerima perlakuan yang diskriminasi dari warga Brussel atau pemerintah di sana,” katanya.

“Bahkan warga Brussel tidak mengaitkan Islam dan Muslim dengan tindakan terorisme, karena keterlibatan seseorang dengan ISIS,” tambah doktor lulusan Vrije Universiteit Brussel, Belgia itu.

Apalagi, kata dia, tindakan terorisme memang tidak bisa dikaitkan secara harfiah bahwa itu atas perintah Islam.

Bukti lain bahwa Brussel tidak anti-diskriminasi, kata dia, karena terdapat banyak sekali warga asing yang bekerja atau studi di sana.

Serangan teroris di Brussel, katanya, memang terkait dengan serangan teroris di Paris, Prancil tahun lalu.

Pemboman di Zaventem dan Stasiun Metro Malbeek, seperti disampaikan pemerintah Belgia dilakukan oleh dua kakak beradik Khalid dan Ibrahim El Bakraoui, sebagai dampak dari ditangkapnya Salah Abdeslam, pelaku serangan teror di Paris, Prancis.

Mereka adalah warga Molenbeek, bagian Kota Brussel di mana warga Muslim pendatang dari Maroko, Turki, dan Suriah tinggal.

Kakad beradik El Bkraoui ini memang mengungkapkan — dalam audio pesan di sebuah “laptop” yang ditemui di sekitar Brussel — bahwa mereka tidak mau “bernasib sama” dengan Abdeslam.

Terlebih lagi pihak intelijen Eropa menyatakan bahwa mereka kaki tangan ISIS. Terbukti adanya klaim dari ISIS yang menyatakan bertanggung jawab.

Negara-negara anggota Uni Eropa (UE) sendiri telah berkomitmen untuk secara bersama-sama memberantas terorisme untuk melindungi warganya. Untuk itu, pada 2005 “the Council of EU” mengadopsi “the EU Counter Terrorism Strategy (strategi pemberantasan terorisme).

Strategi ini memfokuskan pada empat pilar, mencegah terorisme, melindungi warga, mengejar pelaku terorisme, dan merespon tindakan terorisme.

Di samping itu, strategi ini dilandasi juga dengan adanya kerja sama internasional.

Pencegahan dilakukan dengan mencegah rekrutmen warga UE pada kelompok radikalisme. Perlindungan dilakukan dengan ekstra ketat penjagaan terhadap infrastruktur dan warga UE.

Kemudian “Pursue”, yaitu tindakan aparat dalam menangkap dan mengadili pelaku terorisme, sementara dalam rangka merespon tindakan terorisme adalah dengan persiapan untuk mengelola dan meminimalisasi akibat dari serangan terorisme melalui semangat kebersamaan.

Pada 2014, “EU Council” memberlakukan kebijakan anti-terorisme yang terintegrasi baik dari aspek internal maupun eksternal.

Sedangkan pada 2015 kepala negara EU menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam mencegah dan memberantas terorisme.

“EU counter Terrorism Strategy” memang telah dilaksanakan, dan akan lebih mudah dilaksanakan apabila segala lapisan masyarakat ikut andil, baik itu warga sipil, aparat keamanan, media dan pemerintahan.

Apalagi setelah adanya serangan teroris di Brussel, yang merupakan jantung dan Ibu Kota UE.

“Saya rasa masyarakat akan lebih ‘aware’ dengan ancaman terorisme ini di masa yang akan datang,” demikian Intan I Soeparna.(an/zul)

LEAVE A REPLY