Ancaman Resesi, Target Investasi Batam 2020 Cuma US$900 Juta

0

Pelita.online – Badan Pengusahaan (BP) Batam memasang target moderat untuk investasi asing tahun depan dengan menargetkan US$900 juta atau setara Rp12,6 triliun (kurs Rp14.000 per dolar AS) pada 2020. Target tersebut lebih rendah dari proyeksi tahun ini, US$1,2 miliar.

Kepala BP Batam Edy Putra Irawady mengungkapkan instansinya cuma memasang target Penanaman Modal Asing (PMA) moderat tahun depan, mengingat perekonomian global tengah melambat.

“Kalau tahun depan ada ancaman resesi, (investasi) kami juga tidak akan jauh dari situ (target). Makanya, kami ambil US$900 juta saja,” ujar Edy kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/9).

Edy menyebutkan, selama periode Januari-Juli 2019, BP Batam sendiri telah meraup investasi mencapai US$691 juta. Edy menargetkan investasi asing tahun depan bisa menyerap 10 ribu tenaga kerja. Investasi tersebut di arahkan pada sektor-sektor yang sesuai dengan fokus pengembangan Batam.

Pertama, industri manufaktur yang mempunyai nilai tambah tinggi, seperti industri telepon pintar, teknologi informasi dan industri 4.0.

“Kalau untuk Pulau Batam kami memang selektif. Artinya, investasi diharapkan berteknologi tinggi yang mendorong SDM,” tuturnya.

Kedua, industri jasa, seperti maintenance, repair, overhaul (MRO) pesawat dan kapal, shipyard, perakitan kapal, pengembangan jasa kesehatan dan pendidikan internasional serta jasa keuangan.

Ketiga, hub logistik seperti transhipmente-commerce, pergudangan, dan infrastructure link.

Terakhir, pariwisata yang berfokus pada penciptaan objek wisata/destinasi dan pengembangan industri kreatif.

Menurut Edy, potensi Batam untuk menarik investasi asing sebenarnya sangat besar. Pasalnya, Batam memiliki keunggulan komparatif berupa posisi yang sangat strategis.

“Batam dekat Samudra Atlantik dan Pasifik. Batam juga hanya 20 kilometer ke pasar internasional,” tuturnya.

Kendati demikian, upaya menarik investasi ke Batam masih menghadapi sejumlah kendala. Mulai dari regulasi yang tumpang tindih hingga proses perizinan yang memakan waktu. Kendala-kendala tersebut mengurangi daya saing Batam dibandingkan kawasan ekonomi negara lain.

“Perilaku kebijakan itu yang menggerogoti Batam,” keluhnya.

Edy mencontohkan, wilayah yang seharusnya perairan Batam dianggap sebagai laut. Konsekuensinya, jika ingin berinvestasi pada 8 pulau di sekitar Batam harus mengurus izin reklamasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta pemerintah provinsi.

“Kalau bicara laut, basis harusnya pulau terluar saya (Batam). Kalau di dalam kan di dalam rumah, yang bisa ada kolam ikan dan lain-lain. Mengapa kalau saya (Batam) mau mengubah itu harus ada izin reklamasi,” jelasnya.

Contoh lainnya, suatu area yang tadinya bukan hutan statusnya tiba-tiba bisa menjadi hutan ketika diterbitkan surat keputusan menteri terkait. “Ada kewenangan yang tidak terlihat tetapi sangat mengganggu saya,” keluhnya.

Melihat hal itu, pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk mengoptimalkan potensi Batam sebagai pusat kegiatan ekonomi unggulan di Indonesia.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY