Ansyaad Mbai : Banyak Warga Indonesia Bergabung Dengan ISIS

0

Pontianak, PelitaOnline.id  – Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai menyatakan, keberadaan ISIS dan banyaknya WNI yang tergabung dalam ISIS adalah alarm atau peringatan bagi Indonesia.

“ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) merupakan situasi ancaman terkini dalam negeri ini, apalagi sudah banyak WNI yang ikut bergabung,” kata Ansyaad Mbai saat acara Desiminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Pers Dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Pontianak, Kamis, 2/6.

Dia mengatakan mereka (WNI) yang bergabung tersebut sudah kembali ke tanah air, sehingga “alarm” atau peringatan bagi Indonesia.

Dari data yang dimilikinya, ada sekitar 300 WNI jihad atau bergabung dengan ISIS, dari jumlah itu, sudah 45 orang yang kembali dari Syria ke Indonesia, dan baru 11 orang yang ditangkap dan diadili. Kemudian 200 calon jihad dari WNI yang dideportasi oleh pemerintah Turki, serta ada sekitar delapan yang tergabung dalam kelompok Santoso, yang hingga kini baru empat yang ditangkap.

“Apalagi gelombang pengiriman jihad terus berlangsung. Kelompok Santoso sudah terbaiat dengan ISIS dan sudah mendapat dukungan miliaran dolar AS untuk membeli senjata di Mindanao, sehingga keberadaan ISIS adalah peringatan bagi Indonesia,” ungkapnya.

Selain itu, menurut dia, terorisme adalah masalah global, meskipun di Indonesia tenang-tenang saja, tetapi bukan berarti selesai, karena munculnya terorisme biasanya tergantung situasi politik. Ia menjelaskan, terorisme sebenarnya, adalah agenda politik, dan sekalipun sudah siaga, mereka tetap bisa saja menyerang, contohnya kasus bom Thamrin kemarin yang dilakukan oleh teroris.

Adapun sasaran terorisme adalah merubah kebijakan pemerintah dari demokrasi ke negara atau paham mereka. Kemudian kata dia, menimbulkan konflik horizontal dan vertikal, menunjukkan kelemahan, mempermalukan pemerintah, memancing reaksi brutal pemerintah dan menarik simpati publik, serta menggunakan media sebagai sarana propaganda atau kampanye gratis mereka.

“Sehingga pemerintah dan semua pihak harus mengantisipasinya, yakni bagaimana proteksi masjid dan tempat ibadah lainnya dari infiltrasi paham radikal, proteksi kampus, “media campaign” secara masif, perbaikan sistem pembinaan di LP, fasilitasi ormas Islam moderat terutama MUI, NU, Muhammadiyah, ormas lainnya sesuai Blueprint Deradikalisasi yang telah disiapkan BNPT,” kata Ansyaad Mbai.

Sementara itu, Ketua Bidang Penelitian Dewan Pers, Kamarullah menyatakan media sebagai instrumen yang ampuh dalam melakukan pencegahan dan menolak paham-paham radikal di Indonesia.

“Fungsi pers adalah sebagai pengawas dan pembelajaran untuk mencegah terorisme, sehingga pers harus bekerjasama dengan dan BNPT, FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) dalam mencegah masuknya paham-paham radikal agar tidak berkembang di Indonesia,” ujarnya.(Ant)

LEAVE A REPLY