Bagaimana Mahasiswa RI Bisa Masuk Tim Oxford untuk Bikin Vaksin AstraZeneca?

0

Pelita.Online – Kelompok peneliti pimpinan Professor Sarah Gilbert dari Jenner Institute mengembangkan vaksin COVID-19 di University of Oxford sejak 2020. Profesor Vaksinologi University of Oxford tersebut mempercepat terciptanya vaksin dengan merekrut sejumlah mahasiswa pascasarjana lintas disiplin ilmu di universitasnya.

Salah satunya yang menjadi tim Sarah yaitu Indra Rudiansyah, mahasiswa asal Indonesia yang menempuh S3 Clinical Medicine, Jenner Institute, University of Oxford. Sebagai informasi, University of Oxford merupakan universitas terbaik detik.com/tag/universitas-terbaik dunia peringkat kedua setelah Massachusetts Institute of Technology (MIT), United States versi QS World University Rankings 2022.

Sarah menuturkan, ia semula tengah menangani pembuatan vaksin untuk virus-virus yang belum diketahui sebelumnya. Ia mengatakan, dirinya sempat bekerja meneliti jenis coronavirus yang sebelumnya ada.

Karenanya, lanjut Sarah saat ahli vaksin Inggris ini mengetahui info kasus SARS dengan gejala mirip pneumonia merebak di Wuhan, China, dirinya tahu dirinya bisa mengerjakan vaksinnya. Ia mengatakan, di sisi lain, ia juga perlu mempersingkat waktu pembuatan vaksin dari 5 tahun menjadi sesegera mungkin dengan bantuan ratusan orang.

“Untuk membuat vaksin dengan cepat, kita butuh banyak orang dengan berbagai skill berbeda. Kita butuh immunologist, yang medically qualified, perawat, statistisi, dan juga engineer, yang akan bekerja memproduksi vaksin dan memastikan quality control-nya,” kata Sarah dalam video “The Oxford Vaccine: Meet The Team Behind The Breakthrough” di kanal YouTube Deutsche Bank, diunggah Februari 2021.

Sarah menambahkan, kebutuhan pembuatan vaksin dalam waktu singkat membuatnya amat memerlukan mahasiswa yang sudah terlatih bekerja di laboratorium, yang kebanyakan adalah mahasiswa pascasarjana.

Ia mengakui, cukup sulit mendapat pendanaan untuk mahasiswa dalam penelitian karena mahal. Tetapi, lanjutnya, mahasiswa perlu dilatih dalam semua aspek di sains dan bekerja dengan teknologi berbagai disiplin.

“Dengan funding, kita bisa ajak mahasiswa bekerja sesuai bidangnya, dan melatihnya jadi ilmuwan generasi selanjutnya,” jelas Sarah.

Sarah mengatakan, timnya menggunakan teknologi yang digunakan beberapa tahun ini di Oxford. Teknologi ini mencakup cara produksi dan distribusi ke masyarakat dengan baik.

“Karena percuma jika bisa membuat vaksin yang terbaik tetapi hanya bisa diproduksi dalam jumlah sedikit; sangat mahal atau sangat sulit dalam aspek transportasinya,” kata Sarah.

Para mahasiswa kemudian mendapat sebaran informasi dari kampus untuk terlibat dalam proyek penelitian vaksin tersebut. Salah satu mahasiswa yang terpilih dalam penelitian vaksin AstraZeneca ini adalah Indra Rudiansyah, mahasiswa asal Indonesia yang tengah menempuh pendidikan S3 Program Clinical Medicine, Jenner Institute, Universitas Oxford.

Indra menjelaskan, dirinya berfokus pada pengembangkan vaksin untuk penyakit menular seperti HIV, ebola, dan penyakit-penyakit lainnya yang berpotensi menimbulkan pandemi seperti SARS, MERS. “Dan sekarang COVID-19,” katanya dalam video yang sama.

Indra menuturkan, pada penelitian ini, ia bekerja mengamati respons antibodi sukarelawan. “Metode ini juga berlaku saat saya mengerjakan vaksin malaria,” jelasnya.

Ia mengatakan, pekerjaannya di proyek vaksin tersebut menantang karena berhadapan dengan waktu dan virus. “Banyak orang meninggal karena COVID-19. Tantangan lainnya karena situasi kerja berbeda, harus jaga jarak, lebih sedikit keleluasaan di dalam laboratorium,” cerita Indra.

Indra menyebut, timnya mendapat banyak dukungan dari pemerintah, pemberi dana, filantropi, dan sukarelawan yang berkenan memberikan waktunya untuk uji coba. Di sisi lain, timnya memastikan bekerja independen berbasis data di lapangan.

“Ini sangat penting karena kita ingin membangun kepercayaan masyarakat terhadap vaksin. Kita tidak ingin orang ragu karena kami tahu vaksin bisa menyelamatkan banyak orang. Kami mau menjadi bukti untuk masyarakat bahwa vaksin ini aman dan efektif,” kata Indra.

Regius Profession of Medicine Oxford University Sir John Bell menuturkan, pihak kampus sempat terkendala biaya untuk merekrut para mahasiswa untuk terlibat dalam pembuatan vaksin COVID-19 ini. Kendati demikian, penelitian tersebut tetap berjalan sesuai rencana hingga diproduksi dan didistribusikan seperti hari ini.

“Kami punya mahasiswa dari berbagai negara di dunia untuk mengikuti training dan berkontribusi untuk dunia. Memang ada kendala di biaya sebelumnya, tetapi mahasiswa merupakan salah satu yang terpenting di penelitian vaksin ini untuk dapat direkrut dan mengubah dunia,” kata John.

 

Sumber : detik.com

LEAVE A REPLY