Bamsoet: Penyelenggaraan Pilkada di Tengah Pandemi Keputusan Dilematis

0
Ketua MPR Bambang Soesatyo memimpin rapat pimpinan bersama bidang anggaran MPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/4/2020). Rapat tersebut membahas pemotongan anggaran MPR 2020 karena adanya perubahan alokasi anggaran untuk penanganan pandemi virus corona atau COVID-19. ANTARA FOTO/Didik Setiawan/wpa/aww.

Pelita.online – Ketua DPR Bambang Soesatyo mengakui, keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah yang tetap menyelenggarakan Pilkada serentak di tengah pandemi telah menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Namun demikian, dirinya meyakini keputusan tersebut diambil setelah melewati banyak pertimbangan.

“Saya yakin pemerintah sudah mempertimbangkan berbagai masukan baik dari yang pro maupun kontra. Kebijakan untuk menggelar pilkada memang menempatkan pada posisi dilematis,” kata Bambang Soesatyo dalam diskusi “Pilkada Berkualitas dengan Protokol Kesehatan: Utopia atau Realita”, di Jakarta, Rabu (30/9/2020).

Pria yang akrab disapa Bamsoet itu menjelaskan, pandemi penyebaran virus corona suka tidak suka memang masih menimbulkan kekhawatiran. Apalagi sejauh ini penyebaran virus di Indonesia telah menginfeksi lebih dari 287.000 orang.

“Tapi di sisi lain, hak politik publik dan hak konstitusional juga harus dijaga untuk memfasilitasi terwujudnya demokrasi yang sehat,” ujar Bamsoet.

Pilkada sendiri akan membawa konsekuensi terhadap kepala daerah yang akan habis masa jabatannya. Kekosongan jabatan di daerah juga bukanlah sesuatu yang diharapkan banyak pihak.

Penyelenggaraan pilkada di masa pandemi di Indonesia juga merujuk pada penyelenggaraan Pemilu di seluruh dunia, baik itu di tingkat lokal maupun nasional. Sejak adanya pandemi sedikitnya sudah ada 56 negara yang menyelenggarakan Pemilu di tingkat lokal maupun nasional.

“Pada bulan Agustus, pemilu juga digelar di Mesir, Uganda, dan Australia juga menggelar pemilu. Itu kira-kira peta dunia yang menggelar pemilu. Kita harus satu pandangan untuk melihat peningkatan covid,” ujarnya.

Menyingkapi kondisi dilematis itu, pemerintah dan KPU tetap menggelar dengan memperketat implementasi protokol kesehatan dan mengeluarkan PKPU No 5 tahun 2020 tentang pemilu. Termasuk juga PKPU No 6 tahun 2020 sampai PKPU No 10 tahun 2020 juga dikeluarkan.

“Saya mendukung gagasan PKPU No 10 tahun 2020 diperkuat dengan sanksi yang sangat keras. Tidak dapat dipungkiri penyelenggaran pilkada juga memang masih menyisakan persoalan,” kata Bamsoet.

Persoalan pertama yaitu terkait tingkat partisipasi pemilih. Dirinya meyakini masyarakat akan banyak yang takut datang ke TPS sehingga perlu dilakukan sosialisasi yang memadai bahwa pilkada telah didesain sedemikian rupa dan aman.

Kedua terkait kedisiplinan penerapan protokol kesehatan. Seperti diketahui, dari 390 kabupaten kota, sebanyak 45 kabupaten kota berstatus zona merah sedangkan 152 daerah lainnya sedang dan 72 daerah rendah, baru sisanya tidak berdampak covid.

“Penerapan protokol kesehatan harus dilakukan secara ketat, kedisiplinan harus menjadi bagian dari protap,” ucap Bamsoet.

Ketiga terkait kualitas penyelenggaraan pilkada,. Ada sekitar 80 persen peserta Pilkada adalah petahana. Disitulah ada kekhawatiran petahana akan memanfaatkan program-program sosial dan dampak pandemi semakin meningkatkan resiko money politik.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY