Bawaslu Sebut Sanksi Tegas Pilkada Mentok di Undang-undang

0

Pelita.online – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mochammad Afifuddin menyebut pemberian sanksi terhadap para pelanggar selama gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 terbentur undang-undang.

Dia mengaku pihaknya ingin sanksi dapat diberikan lebih tegas, namun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 tahun 2020 yang baru diterbitkan per hari ini Kamis (24/9), belum memberi kewenangan terhadap Bawaslu.

Beleid yang dimaksud Afif adalah UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

“Terus terang saja, undang-undang yang kita pakaikan memang sama. PKPU menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Nah, banyak hal yang kita mau progresif kemudian mentok di undang-undang,” ujar Afif dalam diskusi daring membahas kampanye Pilkada 2020 di masa pandemi, Kamis (24/9).

Padahal, menurut Afif, pemerintah pusat idealnya dapat mengeluarkan Perppu baru agar Bawaslu dapat memberi sanksi tegas terhadap para pelanggar protokol kesehatan yang baru-baru ini santer mendapat kritik lantaran berpotensi menjadi klaster baru penyebaran virus corona (Covid-19).

Selain itu, Afif berharap masyarakat bisa berbagi peran agar pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 tidak berpotensi menimbulkan sejumlah masalah baru. Ia juga mewanti-wanti peserta pilkada, baik partai politik maupun para pasangan calon menyadari pilkada kali berbeda dengan sebelum masa pandemi Covid-19.

“Bagi peserta, saya kira juga kita bisa mengambil peran untuk kemudian menyadari situasi yang tidak mungkin dilakukan seperti pilkada di saat belum ada wabah,” kata Afif.

Wacana penerbitan Perppu baru soal pelaksanaan pilkada sebelumnya sempat dilontarkan KPU. Perppu itu diharapkan salah satunya mengatur konser kampanye Pilkada Serentak 2020 digelar secara virtual.

“Kampanye dalam bentuk lain, rapat umum, kegiatan kebudayaan, olahraga, perlombaan, sosial sebagaimana diatur dalam UU Pilkada Pasal 63 ayat (1) huruf g hanya dibolehkan secara daring,” kata Pramono dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (19/9

Namun, pada Kamis (24/9) KPU telah mengeluarkan PKPU Nomor 13 Tahun 2020. PKPU itu menggantikan PKPU 6/2020 yang sebelumnya mengizinkan peserta pilkada menggelar konser dan kegiatan pengumpulan massa lainnya selama masa kampanye.

PKPU baru tersebut belum memberi sanksi tegas, seperti di antaranya diskualifikasi bagi pasangan calon yang melanggar protokol pencegahan Covid-19. Padahal pemerintah sebelumnya sepakat perlu ada sanksi tegas. PKPU 13/2020 antara lain hanya mengatur sejumlah sanksi dalam lima pasal baru. Sanksi bervariasi mulai dari teguran tertulis hingga pelaporan ke polisi.

Infografis Daftar Daerah Rawan Konflik Pilkada

ASN Pelanggar Netralitas Meningkat

Selain itu, Bawaslu mencatat lonjakan pelanggar netralitas aparatur sipil negara (ASN) selama beberapa kali pelaksanaan tahapan di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020.

“Soal netralitas ASN dalam konteks wabah meningkat. Kita sudah 600an tindak lanjut ke KASN (Komisi ASN) dan sudah diproses, itu besar,” kata Afif.

Afif menjelaskan, pelanggaran netralitas ASN umumnya terjadi saat petahana kembali mencalonkan diri maju dalam pilkada. Mereka yang maju, kata Afif, umumnya akan dibantu jajaran struktural di bawahnya.

“Misalnya kalau ada petahana menggerakkan bantuan dipolitisasi itu kan jajaran biasanya struktural di bawahnya,” kata Afif.

Selain netralitas ASN, Bawaslu memetakan dua potensi kerawanan lain yang berpotensi meningkat selama pelaksanaan Pilkada 2020. Masing-masing terkait akurasi data daftar pemilih tetap dan praktik politik uang.

Afif memperkirakan, praktik politik uang akan meningkat selama 71 hari masa kampanye, 26 September-5 Desember 2020. Namun, Bawaslu katanya sudah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi untuk mengantisipasi praktik tersebut. Salah satunya adalah menggandeng tokoh agama untuk mencegah praktik politik uang.

“Tentu kami berupaya menggandeng semua tokoh agama yang bisa kita lakukan agar ini bisa ditekan seminimal mungkin,” kata Afif.

Selain itu, pihaknya berharap masyarakat juga turut mengambil peran untuk mencegah persoalan praktik politik uang. Afif mengaku banyak mendapat cerita terkait kesadaran masyarakat menolak praktik lacur politik tersebut. Dia mengaku pernah mendengar cerita seorang kepala desa yang memenangi pilkades tanpa mengeluarkan ‘sogokan uang’.

Alhasil, saat menjadi kepala desa, ia menginisiasi warganya menolak praktik politik uang saat gelaran pemilu.

“Dan ini banyak sebagai gerakan moral sosial ini menarik tentu kita nggak boleh membunuh, bahwa setiap hal masih ada titik baiknya,” kata dia.

Hingga saat ini, lanjut Afif, Bawaslu setidaknya telah mencatat sekitar 1200 pelanggaran selama masa tahapan Pilkada 2020.

Dari jumlah tersebut, 600 di antaranya didominasi oleh pelanggaran netralitas ASN. Sebanyak 200 pelanggaran berasal dari laporan masyarakat dan sisanya hasil temuan Bawaslu.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY