Bergabung dengan Koalisi atau Tidak, Gerindra Tergantung “Nation Call”

0

Pelita.online – Juru Bicara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, merapatnya Gerindra ke kubu koalisi pemerintah karena adanya nation call.

Hal itu disampaikan Dahnil saat menjadi narasumber program MencariPemimpin, yang ditayangkan Kompas TV, Jumat (18/10/2019) malam.

“Kalau kemudian Pak Jokowi merasa butuh Partai Gerindra dan Pak Prabowo, Pak Prabowo tentu sebagai patriot tentu ketika nation call, Beliau akan jawab. Namun kemudian ketika Pak Jokowi yang punya calling tidak membutuhkan Pak Prabowo dan Partai Gerindra, Gerindra siap di luar menjadi mitra kritis,” kata Dahnil.

Menurut Dahnil, sikap Partai Gerindra ini sudah ditunjukkan saat Prabowo bertemu dengan Joko Widodo.

Pihaknya mengaku siap membantu jika memang diperlukan.

Sebaliknya, jika tidak diperlukan, mereka juga siap untuk menjadi oposan pemerintahan.

Selain adanya nation call, Dahnil juga menyebut, mendekatnya Gerindra ke pemerintah setelah 10 tahun di luar kekuasaan, karena tujuan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Menurut dia, persatuan dan kesatuan sempat terganggu saat Pemilu 2019.

“Kalau kemudian terus tegang, terus panas, saya pikir itu akan menjadi biaya yang amat mahal 5 tahun ke depan,” ujar dia.

Dahnil menegaskan Prabowo dan Gerindra siap untuk berada di posisi mana pun tergantung panggilan negara.

Hingga hari ini belum juga ada pernyataan resmi Gerindra, apakah tetap berada di luar pemerintahan atau bergabung di gerbong koalisi.

“Pak Prabowo itu patriotik, partai ini doktrinnya adalah patriotisme. Ketika negara memanggil, nation call, kapan pun harus siap. Jangan lupa, Pak Prabowo latar belakangnya adalah prajurit, maka ketika ada panggilan Beliau akan datang,” ujar Dahnil.

Aneh jika tiba-tiba bersatu dalam koalisi

Namun, di sisi lain, penyatuan dua kubu yang awalnya berseberangan ini dilihat sebagai sesuatu yang seharusnya tidak terjadi.

Pendapat ini disampaikan oleh Direktur Parameter Politik Adi Prayitno.

“Saya menyebut aneh, mengapa dua kutub yang saling ekstrem ini tiba-tiba berangkulan ingin menyatu dalam satu kolam koalisi. Lalu untuk apa orang cerai gara-gara dukung Prabowo atau dukung Jokowi?” ujar Adi.

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti.

Ia menilai, untuk menjaga persatuan bangsa yang sempat terpecah, bukan berarti dua kubu politik ini harus menyatu dan melebur menjadi satu koalisi.

“Menurut saya ini harus dijawab secara moral, karena pemilu kita cukup membuat kita sebagai bangsa pecah, retak. Dengan bertemunya orang ini enggak bisa dijelaskan ini silaturahmi, sebatas itu kita setuju. Tapi kalau dalam koalisi, masalah,” kata Ray.

 

Sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY