Datang ke Komnas HAM, Gepak minta laporan YPKP ’65 tak diproses

0

Jakarta, Pelita.Online – Ketua Gepak (Gerakan Pemuda Anti Komunis) Rahmat Imran mengatakan pihaknya tak setuju dengan pelaporan yang dilakukan oleh Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 65 ke Komnas HAM. Dia datang langsung ke Komnas HAM untuk meminta pelaporan ditolak karena menilai YPKP 65 memutarbalikkan fakta.

“Jadi kita datang ke Komnas HAM dalam rangka mencekal laporan yang dilaporkan oleh Bedjo Untung dan kawan kawan ya dalam artian kita meminta kepada Komnas HAM jangan memproses laporan yang diajukan oleh Bedjo Untung karena berbau paham Komunis,” kata Imran di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (15/11).

Rahmat menjelaskan, Bedjo Untung yang merupakan Ketua YPKP 65 meminta Komnas HAM untuk mengungkapkan fakta sejarah. Mereka disebut olehnya akan membenarkan peristiwa G30SPKI bahwa PKI akan diposisikan sebagai korban. Sementara, TNI pelaku dalam gerakan 30 September. Menurut dia, hal itu telah memutarbalikkan fakta.

“Makanya kita minta kepada Komnas HAM jangan memproses itu dan alhamdulillah Komnas HAM yang diwakili Komisioner pak Amir sangat merespon dengan gerakan yang kita lakukan pada hari ini dan beliau menyampaikan mereka akan memproses perkara ini seperti apa yang kita minta,” ujarnya.

Pihaknya mempersilakan YPKP menyampaikan data untuk dibuktikan baik dari kuburan massal dan sebagainya. Rahmat mengaku pihaknya juga memiliki data bahwasanya yang jadi korban tentang hal tersebut adalah santri, ulama dan umat muslim. Dengan hal tersebut, ia meminta pemerintah memberi ruang untuk konsolidasi dari kedua belah pihak.

“Makanya kemarin solusi yang kami tawarkan adalah konsolidasi, konsolidasi yang kita tawarkan adalah mengungkapkan fakta fakta, data dari kelompok komunis silakan di beberkan data dari kita selalu anti komunis silakan dibeberkan juga, sehingga bijak,” tutur Rahmat.

“Cuma kan sampai sekarang pemerintah maupun orang yang mempunyai tanggung jawab dalam hal ini belum memberi konsolidasi, kita punya data mereka punya jadi terbuka,” sambungnya.

Sebab, lanjut Rahmat, jika tak ada ruang konsolidasi cenderung menjadi salah paham. Sehingga dibubarkan paksa seperti kejadian di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) beberapa waktu lalu.

“Kalau seperti ini kan memancing, misalnya kegiatan kegiatan yang mereka lakukan, seperti misalnya kemarin di hotel Harris, sebelumnya kita bubarkan yang di LBH. Artinya kami dari awal Gepak selaku gerakan anti komunis selalu menyikapi permasalahan komunis yang akan muncul di negara ini itulah tanggung jawab kami,” ujar Rahmat.

Sebelumnya, Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965/1966 menyambangi Komnas HAM untuk membeberkan temuan 16 titik baru pemakaman massal di Jawa Tengah. Kedatangannya disusul oleh Gerakan Pemuda Anti Komunis (GEPAK) yang kontra terhadap tujuan dari YPKP.

Aparat kepolisian turut menjaga kantor Komnas HAM untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan. Kedua pihak secara bergantian diterima oleh Komisioner Komnas HAM Amiruddin diruang pengaduan.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY