DPR: Kita Harus Siap Hadapi Tekanan Ekonomi, Jangan Buat Kegaduhan

0

Pelita.online – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, MH Said Abdullah memperkirakan ekonomi Indonesia menuju ambang resesi pada kuartal III-2020 dengan pertumbuhan Product Domestic Bruto (PDB) dalam rentang -3,6 sampai -2,9 persen.

Kendati demikian, pertumbuhan negatif ini tidak sedalam pada kuartal II-2020 karena efek dari pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak Juni 2020, sehingga sektor riil bisa bergeliat kembali meski dalam kapasitas 50 persen, sebagai konsekuensi penerapan protokol Covid-19.

“Kita perlu mempersiapkan diri dengan baik menghadapi tekanan ekonomi kedepan, tidak perlu membuat kegaduhan, baik karena akrobat kebijakan maupun pernyataan. Resesi sudah hampir pasti akan kita hadapi,” ujar Said di Jakarta, Selasa (22/9/2020).

Menurut Said, kebijakan PSBB guna mengurangi penyebaran virus Covid-19 berdampak menurunnya aktivitas ekonomi. Indikasinya, pertumbuhan PDB negatif 5,32 persen pada kuartal II 2020.

Beberapa sektor yang pertumbuhan negatif paling dalam di antaranya, angkutan udara -77,24 persen, angkutan rel -59,11 persen, penyediaan akomodasi -42,25 persen, industri angkutan 37,54 persen pergudangan dan jasa penunjang angkutan -34,88 persen, perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasi -30,60 persen.

Namun, beberapa sektor tumbuh baik, di antaranya, tanaman pangan 34,77 persen, tanaman perkebunan 23,46 persen, pertambangan biji logam 20,33 persen, dan jasa pertanian dan perburuhan 11,23 persen.

Said menilai, pengetatan kembali PSBB di Jakarta yang diberlakukan oleh Gubernur DKI Jakarta potensial akan kembali memberi tekanan pada ekonomi di Kuartal IV-2020.

“Bila pengetatan PSBB berlangsung lama, besar kemungkinan kontraksi ekonomi juga akan semakin dalam,” terangnya.

Politisi Senior PDI Perjuangan ini berharap agar membuat kebijakan yang terintegrasi, termasuk pernyataan ke publik. Sebab, kebijakan terintegrasi akan menghasilkan spektrum yang luas dengan mempertimbangkan semua aspek.

“Pelajaran penting dari kebijakan pengetatan PSBB oleh Gubernur Jakarta yang tidak dipersiapkan sedari awal. Begitu mendadaknya pengumuman PSBB dampaknya guncangan di pasar saham. Pernyataan-pernyataan para pejabat dalam komunikasi publik yang kurang empatif, kurang rendah hati dan terkesan ngeles juga menimbulkan reaksi kegaduhan ditengah tengah masyarakat,” tuturnya.

Menurutnya, tantangan bangsa ini kedepan semakin berat. Turning point dimulai dari kenyataan angka positif Covid-19 tinggi. Dampak lanjutannya, resesi ekonomi yang bakal beruntun di beberapa kuartal, setidaknya di kuartal II – IV 2020.

“Saya mengharapkan kita semua perlu hati-hati dalam membuat pernyataan dan kebijakan. Pelonggaran PSBB ibarat pedal gas, dan pengetatan PSBB adalah pedal rem. Keduanya harus tepat digunakan bila tidak ingin negara kita nabrak. Sopir dan penumpang harus kompak, meniti jalan berkelok dan tikungan tajam dalam pandemi ini,” jelasnya.

Lebih lanjut, Said mengajak masyarakat Indonesia menggelorakan semangat gotong royong seperti yang disampaikan Bung Karno pada pidato 1 Juni 1945.

Dalam pidatonya, Bung Karno mengatakan “Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!”.

Said berpendapat, semangat gotong royong masih tumbuh subur dalam relasi hidup bermasyarakat di rakyat Indonesia.

Karena itu, semangat ini harus dinyalakan sebagai lampu penerang bukan centang perenang dalam pandemi.

“Tidak ada haters dan lovers, dinding dinding pemisah diantara kita mari kita sudahi. Pemerintah perlu terbuka dan arif terhadap masukan dari kelompok masyarakat. Pernyatan para pejabat juga meneduhkan, dan tidak merasa paling benar dalam tindakan,” pintanya.

Lebih jauh, Said mengatakan, pemerintah perlu fokus optimalisasi serapan program belanja pembangunan 2020 ini.

Apalagi, belanja pemerintah adalah satu satunya kontributor yang masih positif dalam menopang pertumbuhan PDB, selain konsumsi rumah tangga, PMTB, serta ekspor dan impor

“Belanja kesehatan per 31 Agustus 2020 baru Rp 15 triliun dari Rp 75 triliun perlu di tingkatkan, bila melihat keadaan tingginya rakyat yang positif Covid-19,” terangnya.

Selain itu, dukungan untuk sektor UMKM sebagai jantung ekonomi rakyat juga perlu di optimalkan.

Tingkat penyerapan per 31 Agustus 2020 masih Rp 52 triliun dari Rp 123,46 triliun. Insentif usaha, yang menyasar keringanan pajak bagi para pelaku usaha yang baru terserap Rp 18,8 triliun dari plafon Rp 120,61 triliun.

Untuk optimalisasi itu, seluruh jajaran penyelenggara pemerintah butuh kerja keras.

Diakuinya, memang tidak mudah bekerja di tengah pandemi. Terdapat keterbatasan ruang gerak, termasuk keterbatasan personil serta daya dukung. Oleh sebab itu, alokasikan seluruh daya dan pikiran untuk mencapai key performance indicator yang sudah ditetapkan.

“Ada banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan. Tidak ada manfaatnya untuk gaduh, songsong hari hari dengan kerja, kerja dan kerja,” katanya.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY