Google Bantah Tudingan Monopoli Iklan Online

0

Pelita.online – Google membantah melakukan monopoli dalam bisnis iklan online dan menyalahgunakan data pengguna.

Hal itu menanggapi gugatan monopoli yang dilayangkan Jaksa Agung Texas Paxton dan sejumlah isu negatif mengenai bisnis iklan Google.

Google mengatakan teknologi iklan membantu situs web dan aplikasi menghasilkan uang dan mendanai konten berkualitas tinggi. Hal itu juga membantu para mitra periklanan Google.

Menurut Google, sebagian besar adalah pedagang kecil menjangkau pelanggan dan mengembangkan bisnis mereka.

“AG Paxton mencoba menggambarkan keterlibatan Google dalam industri ini sebagai kejahatan. Yang benar justru sebaliknya,” kata Direktur Kebijakan Ekonomi Google Adam Cohen lewat blog.

Tidak seperti beberapa perusahaan B2B di industri iklan digital, Cohen berkata perusahaan internet konsumen seperti Google membutuhkan insentif untuk mempertahankan pengalaman pengguna yang positif dan internet berkelanjutan yang berfungsi untuk semua konsumen, pengiklan, dan penerbit.

Misalnya, Google telah memberikan kontrol terperinci kepada orang-orang atas bagaimana informasi mereka digunakan untuk mempersonalisasi iklan saat Google membuat produk teknologi iklan. Google juga mengklaim membatasi pembagian data pribadi untuk melindungi privasi orang-orang.

“Kami telah berinvestasi dalam mendeteksi dan memblokir iklan berbahaya yang melanggar kebijakan kami,” katanya.

Lebih lanjut, Cohen menyebut industri teknologi iklan sangat ramai dan kompetitif. Sehingga, dia membantah Google mendominasi lanskap periklanan online untuk iklan bergambar web berbasis gambar.

Cohen berkata Google bersaing dengan perusahaan besar periklanan online, seperti Adobe, Amazon, AT&T, Comcast, Facebook, Oracle, Twitter, dan Verizon. Facebook, misalnya adalah penjual iklan bergambar terbesar dan Amazon bulan lalu melampaui Google sebagai platform pembelian iklan pilihan bagi pengiklan.

“Kami bersaing ketat dengan perusahaan-perusahaan tersebut dan lainnya yang juga menawarkan teknologi iklan mereka sendiri,” ujar Cohen, seperti dilansir dari blog Google.

Kemudian, Cohen membantah memaksa mitra untuk menggunakan perangkat Google. Faktanya, dia menyebut mitra dapat dengan mudah menggunakan perangkat Google dan teknologi lainnya secara berdampingan.

Cohen juga membatah soal tudingan Google menggunakan masalah privasi untuk keuntungan dirinya sendiri. Faktanya, dia menyatakan Google telah mengamankan data privasi sesuai dengan harapan konsumen.

“AG Paxton salah mengartikan inisiatif privasi kami. Kami berkomitmen untuk menjalankan bisnis periklanan kami dengan cara yang memberikan transparansi dan kontrol kepada orang-orang atas bagaimana data mereka digunakan,” ujarnya.

Terkait dengan data privasi, Cohen membeberkan konsumen semakin berharap dan undang-undang privasi data mengharuskan kontrol ketat atas alat pelacakan iklan seperti cookie dan pengidentifikasi iklan.

Sehingga, Google fokus untuk memenuhi harapan dan persyaratan tersebut. Google juga diklaim telah membuat solusi perlindungan privasi yang disebut Privacy Sandbox. Sandbox ini memberikan alternatif untuk cookie yang menjaga privasi sekaligus melindungi konten gratis.

Cara ini disebut bisa membuat perusahaan teknologi periklanan lainnya untuk terus beroperasi dan memperkenalkan inisiatif industri terbuka, serta kolaboratif.

“Peramban web lain juga telah mengambil langkah serupa untuk membatasi penggunaan cookie dan melindungi privasi pengguna,” ujar Cohen.

Melansir Gizmodo, Google memiliki layanan streaming video dan mesin pencari paling populer dengan selisih yang sangat besar. Di AS misalnya, mesin pencari andalan Google diperkirakan menguasai sedikit di atas 90 persen dari total pangsa pasar mesin pencari. Sementara YouTube, memiliki angka streaming yang sangat tinggi melampaui pesaing seperti Netflix.

Dengan kata lain, Google memiliki banyak orang yang menggunakan layanannya setiap saat.

Sistem adtech secara keseluruhan sangat berbelit-belit dan sebagian karena Google cukup bungkam tentang spesifikasi keuangan bisnis iklannya sendiri. Cukup sulit untuk memperkirakan seberapa kuat kemampuan finansial perusahana itu.

Satu studi baru-baru ini yang keluar dari ISBA, sebuah asosiasi perdagangan adtech di Inggris menuding bahwa hampir 30 sen dari setiap dolar iklan yang dibelanjakan secara online dapat masuk ke kantong Google.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY