Hingga 16 April, BI beli SBN Rp 101,91 Triliun

0

Pelita.online –  Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana hingga 16 April 2021 sebesar Rp 101,91 triliun.

Secara rinci, Perry menyebutkan pembelian SBN tersebut terdiri dari sebesar Rp 28,33 triliun melalui mekanisme lelang utama dan sebesar Rp 73,58 triliun melalui mekanisme Greenshoe Option (GSO).

“Pada 2021 Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN Tahun 2021,” katanya dalam Rapat Dewan Gubernur, Selasa (20/4/2021).

Ia mengatakan bahwa pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN Tahun 2021 dilakukan melalui mekanisme sesuai Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang telah diperpanjang hingga 31 Desember 2021.

Sementara itu, ia memastikan bahwa kondisi likuiditas di perbankan dan pasar keuangan tetap longgar sejalan dengan kebijakan moneter akomodatif dan sinergi bersama kebijakan fiskal untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.

“Sejak tahun 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan sebesar Rp 798,85 triliun (5,18% dari PDB), yang terdiri dari Rp 726,57 triliun pada tahun 2020 dan sebesar Rp 72,27 triliun pada tahun 2021 (hingga 16 April 2021)”tuturnya.

Ia menjelaskan kondisi likuiditas yang longgar pada Maret 2021 telah mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 33,58 persen dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tinggi sebesar 9,20 persen (yoy). Bahkan besaran moneter mendorong pertumbuhan M1 dan M2 pada Maret 2021 tetap terjaga yakni sebesar masing-masing 10,8 persen (yoy) dan 6,9 persen (yoy).

“Ketahanan sistem keuangan juga tetap terjaga meskipun fungsi intermediasi perbankan masih perlu didorong,” tegasnya.

Sementara itu, Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Februari 2021 tetap tinggi sebesar 24,52 persen dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 3,21 persen (bruto) dan 1,04 persen (neto).

Di sisi lain, intermediasi perbankan masih mengalami kontraksi sebesar 4,13 persen (yoy) pada Maret 2021 di tengah kondisi likuiditas yang longgar.

Oleh sebab itu, Perry memastikan langkah penguatan terus dilakukan untuk menjaga optimisme dan mengatasi permasalahan permintaan dan penawaran kredit/pembiayaan dari perbankan kepada dunia usaha.

“Dalam kaitan ini, Bank Indonesia terus menempuh kebijakan makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio CCB sebesar 0% dan rasio PLM sebesar 6%, dengan fleksibilitas repo sebesar 6%, serta menetapkan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5%”tuturnya.

Dengan demikian, Bank Indonesia juga terus memperkuat transparansi SBDK perbankan serta melanjutkan koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk mendorong percepatan transmisi kebijakan moneter kepada suku bunga kredit perbankan dan meningkatkan kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY