Industri Panas Bumi Sulit Penuhi Permintaan Harga dari PLN

0

Pelita.online – Dewan energi Nasional (DEN) menyebut industri panas bumikesulitan memenuhi permintaan harga panas bumi PT PLN (Persero). Sebagai penyerap (off taker) terbesar, PLN mereka sebut meminta harga 7 sen per kWh.

Itu lebih rendah dari harga pasar. Anggota DEN Satya Widya Yudha menyebut itu menjadi satu tantangan yang menghambat perkembangan panas bumi di Indonesia.

“Sudah jelas beberapa kali disampaikan industri, masalah harga itu menjadi hambatan yang tidak mudah. Harga yang diminta PLN masih lebih murah walau panas bumi harganya bisa 7 sen per kWh, tapi PLN masih menginginkan yang lebih murah lagi,” katanya pada Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (1/3).
Satya menyebut industri kesulitan menekan harga karena di sisi hulu (upstream) termasuk pengeboran, biaya yang dibutuhkan cukup besar.

Oleh karena itu, industri mengusulkan agar pengeboran dan pengembangan upstream panas bumi dilakukan oleh pemerintah.

“Industri mengatakan bagaimana pengeborannya dilakukan pemerintah? Jadi kalau ‘cadangan’ terpenuhi maka baru dimasuki dalam industri, sehingga industri tidak menanggung biaya pengembangan upstream,” tambahnya.

Dia menyebut solusi lain yang dapat diambil dalam memecahkan permasalahan ini adalah pembentukan holding BUMN panas bumi.

Pemerintah menargetkan pembentukan holding yang beranggotakan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal, dan PT Geo Dipa Energi (Persero) itu kelar tahun ini.

Ia menilai holding akan mampu meningkatkan efisiensi di sektor terkait dan mendorong pertumbuhan industri panas bumi yang saat ini masih jauh dari potensi. Menurutnya, potensi mencapai 29 Giga Watt (GW) sementara pemanfaatan (install capacity) hanya sekitar 2.130 Mega Watt (MW) atau tak mencapai 10 persen.

“Holding BUMN pasti yang dimaksud adalah efisiensi. Menimbulkan market share (pangsa pasar) yang tumbuh dan betul-betul membawa positif bagi persaingan geothermal dunia,” ujarnya.

Sumber : Cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY