Kapolri: 11.811 Kasus Selesai Lewat Restorative Justice pada 2021

0

Pelita.Online – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan 11.811 perkara diselesaikan melalui mekanisme Restorative Justice sepanjang 2021. Sehingga, ia meminta jajarannya selalu mengedepankan mekanisme itu dalam menegakkan hukum.
Restorative justice merupakan upaya penyelesaian perkara di luar jalur hukum atau peradilan, dengan mengedepankan mediasi antara pelaku dan korban.

“Ke depan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik, yang menyentuh keadilan masyarakat, semakin hari dapat diselesaikan dengan Restorative Justice,” kata Listyo dalam keterangannya, Rabu (12/1).

Jenderal bintang empat itu merincikan bahwa 11.755 perkara yang rampung lewat mekanisme Restorative Justice diselesaikan pada tingkat Polda. Semenrara, 56 perkara lainnya di Bareskrim.

Jumlah penanganan kasus dengan cara itu, kata dia, meningkat bila dibandingkan pada 2020. Peningkatan signifikan mencapai 28,3 persen dari 9.199 perkara menjadi 11.811 perkara.

Menurutnya, pendekatan keadilan restoratif merupakan upaya berbeda dalam memahami dan menangani tindak pidana sebagai syarat adanya suatu kondisi tertentu.

Pendekatan itu, kata Listyo, menjadi salah satu program kerja yang dicanangkan untuk mengikuti dinamika perkembangan dunia hukum yang mulai bergeser dari positivisme ke progresif.

Restorative Justice, kata dia, mensyaratkan keseimbangan dan fokus perhatian antara kepentingan pelaku dan korban. Selain itu, dalam penyelesaiannya aparat memperhitungkan perkara pidana tersebut dalam masyarakat.

Sebelumnya, pendekatan restorative justice mencuat lewat surat edaran nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat dan Produktif tertanggal 19 Februari 2021.

Dalam telegram itu, Kapolri Listyo memberikan sejumlah pedoman agar penanganan kasus berkaitan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menerapkan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Penekanan pucuk pimpinan Korps Bhayangkara itu adalah hukum pidana menjadi upaya terakhir dalam penegakan hukum. Sehingga, dalam prosesnya dapat mengedepankan restorative justice.

Di sisi lain, Listyo menekankan restorative justice harus dikecualikan terhadap perkara yang berpotensi memecah belah, SARA, Radikalisme, dan Separatisme.

“Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali,” kata Listyo dalam poin I surat edaran yang dikeluarkan.

sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY