Kasus Suap PLTU 2 Cirebon, KPK Diminta Tahan Petinggi HDEC

0

pelita.online-Direktur Eksekutif Lokataru Kantor Hukum dan HAM, Haris Azhar, menyampaikan surat terbuka kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan perkara yang tidak ada kemajuan. Salah satunya kasus dugaan suap terkait perizinan PT Cirebon Energi Prasarana yang menggarap PLTU 2 Cirebon yang menjerat GM Hyundai Engineering & Construction (HDEC), Herry Jung.

“Kami mencatat bahwa KPK kini mengalami kemerosotan dalam melakukan penindakan hukum pelaku tindak pidana korupsi,” kata Haris dalam keterangannya, Senin (15/2/2021).

Haris menjelaskan, Herry Jung telah ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 15 November 2019. Herry diduga memberikan suap kepada mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra sebesar Rp6,04 miliar, dari janji Rp10 miliar, terkait dengan perizinan PT Cirebon Energi Prasarana PLTU 2 di Kabupaten Cirebon. Namun, hingga saat ini, KPK belum juga menahan Herry Jung.

“Faktanya hingga saat ini Herry Jung masih di luaran tanpa penangkapan maupun proses hukum lanjutan oleh KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka pada November 2019,” kata Haris.

Untuk itu, Haris mendesak KPK untuk menerapkan asas kepastian hukum dan keterbukaan dalam menangani kasus dugaan suap ini. Ditekankan, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK harus dilandasi dengan asas keterbukaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Haris juga mendesak KPK menangkap dan memproses hukum Herry Jung.

“Kami mendesak KPK menindaklanjuti penangkapan dan proses hukum tersangka Herry Jung selaku penyuap eks Bupati Cirebon,” katanya.

Selain soal kasus dugaan suap perizinan PLTU 2 Cirebon, dalam surat terbuka itu, Haris juga menyoroti mengenai penanganan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Gereja Kingmi di Mile 32, Mimika, Papua, tahun anggaran 2015. Dikatakan, KPK telah meningkatkan penanganan kasus yang ditaksir merugikan keuangan negara sekitar Rp 21,6 miliar tersebut ke tahap penyidikan pada Oktober 2020 dan menetapkan tersangka. Salah satu tersangka yang disebut Haris, yakni Bupati Mimika periode 2014-2019, Eltinus Omaleng, Selain Bupati, Haris mengungkapkan beberapa nama lain yang sudah ditetapkan oleh lembaga antirasuah sebagai tersangka, yakni Marthen Sawy selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Teguh Anggara selaku Direktur PT Waringin Megah. Namun, kata Haris, hingga saat ini, penanganan kasus tersebut seolah jalan di tempat.

“Juru bicara Penindakan KPK Ali Fikri menyampaikan bahwa surat perintah penyidikan dugaan korupsi Gereja Kingmi Mile 32 Tahap 1 TA 2015 tersebut diterbitkan Oktober 2020, tetapi hingga saat ini belum dilakukan penangkapan maupun penahanan terhadap Eltinus Omaleng selaku Tersangka,” katanya.

Sementara itu, Ali Fikri mengungkapkan penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 masih berjalan. Tim penyidik, kata Ali, segera berkoordinasi dengan ahli terkait rencana penghitungan kerugian negara.

“Perlu kami sampaikan dalam beberapa penanganan perkara yang berhubungan dengan unsur kerugian negara memang memerlukan waktu yang cukup panjang untuk memastikan dugaan besaran jumlahnya,” kata Ali.

Ali masih enggan menyebut nama tersangka yang sudah dijerat lembaganya. Hal itu semata-mata karena kebijakan pimpinan KPK yang baru mengumumkan tersangka usai ditangkap atau ditahan.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY