Kubah Lava Merapi 2020 Belum Terbentuk

0

Pelita.online – Aktvitas kegempaan di Gunung Merapi terus meningkat secara intensif. Ini menandakan adanya desakan magma dari bawah menuju permukaan. Bahkan intensitas kegempaan pada minggu ini, lebih tinggi dibanding minggu lalu.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida mengatakan, untuk gempa hembusan rata-rata terjadi sekitar 40 kali/hari. Sedangkan sepanjang 13 November terjadi 69 gempa hembusan. Jumlah ini cukup tinggi, namun relatif stabil.

“Tingginya jumlah gempa hembusan dapat dimaknai terjadi pelepasan gas secara signifikan, sehingga diharapkan mengurangi tekanan magmanya,” terang Hanik, Sabtu (14/11/2020) petang.

Data pemantauan kegempaan Gunung Merapi periode 6-12 November 2020, tercatat 244 kali gempa Vulkanik Dangkal (VTB), 2.189 kali gempa Fase Banyak (MP), 9 kali gempa Low Frekuensi (LF), 385 kali gempa Guguran (RF), 403 kali gempa Hembusan (DG) dan 6 kali gempa Tektonik (TT).

Menurutnya Hanik, berkurangnya gas karena telah banyak yang dilepas juga diharapkan mengurangi potensi terjadinya letusan eksplosif. Desakan magma yang terus bermigrasi menuju permukaan, menyebabkan banyak terjadi guguran pada dinding kawah, baik yang mengarah ke luar kawah maupun ke dalam kawah. Sepanjang Jumat 13 November, terjadi 59 kali gempa guguran. Sedangkan dari pengamatan, terdengar suara gemuruh guguran sebanyak 5 kali dari PGM Babadan dan PGM Kaliurang.

Sedang pada Minggu (15/11/2020) terdengar suara guguran 3 kali ( lemah hingga keras ) dari PGA Babadan, sedang gempa vulkanik dangkal terekam 6 kali dengan amplitudo 50-75 mm, dan durasi 20.5-33.5 detik.

“Sumbatan saat ini terhitung tidak terlalu kuat dengan terbentuknya kawah yang dalam pasca erupsi 2010,” ujar Hanik.

Sementara morfologi kawah jelas berubah sehingga mempengaruhi arah ancaman bahaya saat ini dan erupsi-erupsi berikutnya. Berdasarkan kondisi morfologi kawah saat ini arah ancaman dominan ke arah Selatan-Tenggara. Namun menurut Hanik, sesuai dengan karakter erupsi Merapi, sampai saat ini belum terbentuk kubah baru (2020), karena itu prediksi arah luncuran awan panas dan lava Merapi belum bisa diperkirakan.

“Kita masih menunggu, dimana posisi kubah lava yang baru itu, sementara hembusan mengarah ke Barat, terkait dengan hembusan angin,” katanya.

Barak Pengungsian

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman telah mempersiapkan barang pengungsian penyangga, ketika ada kenaikan status Gunung Merapi dan warga harus mengungsi semua.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman Drs Joko Supriyanto MSi mengatakan, sekitar 12 barak penyangga yang berada di Cangkringan, Pakem dan Turi sedang dalam proses persiapan. Semua barak penyangga akan dipersiapkan sesuai dengan wilayah yang ancaman bahaya erupsi Gunung Merapi terdekat.

Segala fasilitas seperti penyekat, tikar, selimut sedang dipersiapkan. ”Kami baru mempersiapkan barak Gayam. Kalau nanti ada penambahan jumlah pengungsi, bisa kami arahkan ke Barak Gayam,” ucap Joko.

Joko juga mengatakan, sesuai arahan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, tentang ruang isolasi jika sewaktu-waktu ditemukan kasus positif Covid-19 di tengah pengungsi, pihaknya sudah menyediakanj ruang isolasi di salah satu ruang kelas di SD Muhammadiyah Cepit, Glagaharjo, atau tidak jauh dari lokasi pengungsian utama yakni Balai Desa Glagaharjo.

“Sebelah selatan barak kan ada SD. Nah, ada banyak ruangan yang kosong. Satu ruang kelas dipakai untuk tempat isolasi (penderita) Covid-19,” ujar Joko saat dihubungi.

Joko menerangkan bahwa ruang kelas yang dipakai sebagai ruang isolasi ini bisa berisi empat bilik. Tiap ruangan diberi sekat-sekat.

Sementara itu diketahui, total pengungsi dampak erupsi Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Kabupaten Sleman, DIY tercatat sebanyak 1.457 jiwa.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY