Lima Asosiasi Kritik Istana Negara Burung Garuda, Tidak Mencerminkan Kemajuan Peradaban

0

Pelita.online – Sejumlah asosiasi profesional di Indonesia membuat pernyataan sikap dan mengkritik rencana, rancangan, dan gambar ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur.

Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah rancangan bangunan istana negara yang berbentuk burung garuda.

Ketua Ikatan Arsaitek Indonesia (IAI) I Ketut Rana Wiarcha mengatakan, bangunan istana negara yang berbentuk burung garuda atau burung yang menyerupai garuda merupakan simbol yang di dalam bidang arsitektur tidaklah mencirikan kemajuan peradaban bangsa Indonesia di era digital.

“Sangat tidak mencerminkan kemajuan peradaban bangsa, terutama di era digital, dan era bangunan emisi rendah dan pasca-Covid-19 (new normal),” kata Rana dalam pernyataan sikap yang diterima Kompas.com, Minggu (28/3/2021).

Menurut Rana, gedung istana negara seharusnya merefleksikan kemajuan peradaban, baik budaya, ekonomi, maupun komitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan negara Indonesia dalam partisipasinya di dunia global.

“Bangunan gedung istana negara seharusnya menjadi contoh bangunan yang secara teknis sudah mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon dan cerdas sejak perancangan, konstruksi, hingga pemeliharaan gedungnya,” tutur Rana.

Rana menilai, metafora terutama yang dilakukan secara harfiah dan keseluruhan dalam dunia perancangan arsitektur era teknologi 4.0 adalah pendekatan yang mulai ditinggalkan.

Hal itu karena ketidakampuan menjawab tantangan dan kebutuhan arsitektur hari ini dan masa mendatang.

Metafora hanya mengandalkan citra, yang dilakukan secara keseluruhan dapat diartikan secara negatif, dikaitkan dengan anatomi tubuh yang dilekatkan dalam metafor.

“Metafora harfiah yang direpresentasikan melalui gedung berbentuk patung burung tersebut tidak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan forest city atau kota yang berwawasan lingkungan,” tegas Rana.

Selain IAI, asosiasi lain yang bersikap serupa adalah Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Landskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perancangan Wilayah dan Kota (IAP).

Mereka merekomendasikan tiga hal sebagai berikut:

1. Istana negara versi burung garuda disesuaikan menjadi monumen atau tugu saja pada posisi strategis tertentu di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dan dilepaskan dari fungsi bangunan istana.

2. Mengusulkan desain bangunan gedung istana disayembarakan dengan prinsip dan ketentuan desain yang sudah disepakati dalam hal perancangan kawasan maupun penataan tata ruangnya, termasuk target menjadi model bangunan sehat beremisi nol.

3. Terkait kepentingan awal pembangunan IKN, memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui TUGU NOL yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis.

Hal ini bisa dimulai dengan penanaman kembali pohon endemik Kalimantan yang nantinya menjadi simbol bahwa pembangunan IKN memang merepresentasikan keberpihakan pada lingkungan seperti dalam narasi skema sayembara Nagara Rimba Nusa untuk “membangun hutan terlebih dahulu baru membangun kotanya”.

“Kami berharap pernyataan dan rekomendasi ini dapat menjadi bahan pengayaan dan masukan bagi pemerintah dalam menyiapkan pemindahan dan pembangunan IKN ini. Salah dalam merencanakan maka rencana itu akan menghasilkan kegagalan,” tambah Rana.

Sebelumnya, wajah IKN yang memuat konsep istana negara dengan bentuk burung garuda dipublikasikan melalui sebuah video di akun Instagram @rendering_indonesia.

Video berdurasi 6.45 menit tersebut menjelaskan secara gamblang gambaran dan rancangan konsep sejumlah ikon bangunan yang akan dibangun di IKN.

Ibu Kota Negara baru juga akan memiliki istana negara dengan nuansa lambang negara burung garuda yang mencerminkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat,” demikian pernyataan dalam video tersebut.

Hingga saat ini video tersebut bahkan telah ditonton oleh sebanyak 11.100 orang dan mendapat 177 komentar dari warganet.

 

Sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY