Mengenal Ragam Faktor Risiko Kelahiran Prematur

0

Pelita.online – Sejak 2011, 17 November diperingati sebagai World Prematurity Day (WPD) atau Hari Prematur Sedunia. Tiap 17 November pula individu diharapkan semakin sadar dan peduli terhadap bayi prematur juga keluarganya.

Dalam satu kesempatan, Ali Sungkar, dokter obstetri dan ginekologi konsultan fetomaternal RS Cipto Mangunkusumo menuturkan Indonesia termasuk 10 besar negara dengan kasus kelahiran prematur terbesar. Indonesia berada di urutan kelima setelah India, China, Nigeria dan Pakistan.
“Di Indonesia, sebanyak 779ribu bayi lahir terlalu cepat (prematur) tiap tahun. Sebanyak 25.900 meninggal di usia kurang dari lima tahun [data dari situs Every Preemie pada Januari 2016],” kata Ali saat acara Bicara Gizi bersama Danone di The Hermitage, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/11).

Dia menambahkan di menurut laporan Riskesdas 2013 maupun Riskesdas 2018 juga menunjukkan angka cukup tinggi. Pada Riskesdas 2013, kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 10,2 persen. Sedangkan pada Riskesdas 2018, jumlahnya meningkat menjadi 29,5 persen.

Tak hanya melihat jumlah kasus, Ali menekankan perhatian lebih pada kelahiran prematur adalah biaya perawatan. Dalam riset yang dilakukan Ali pada 2010 di RSCM, biaya yang keluar bisa mencapai ratusan juta.

“Syukur-syukur bayi bisa keluar dari NICU, bisa memakan biaya total Rp175 juta atau Rp10 juta per hari per bayi,” imbuhnya.

Dia menemukan ada beberapa faktor yang menyebabkan kelahiran prematur yakni infeksi (30-50 persen), kelahiran kembar (10-30 persen), ketuban pecah dini (5-40 persen), preeklamsia (12 persen), pendarahan antepartum atau pendarahan melalui vagina pada usia kehamilan 24 minggu (6-9 persen) serta PTJ atau pertumbuhan janin terhambat (2-4 persen).

Di samping penyebab tersebut, orang sebaiknya memperhatikan faktor-faktor risiko kelahiran prematur seperti kebiasaan merokok, ibu dengan riwayat keguguran dan persalinan prematur, keputihan, infeksi gigi atau periodontal, kehamilan usia di atas 35 tahun atau di bawah 17 tahun, berat badan kurang dari 50 kilogram, beban kerja berdiri 40 jam per minggu, dan kelainan uterus.

“Keputihan ini yang sering disepelekan. Saat keputihan tidak biasa, ada perubahan warna, berbau sebaiknya diperiksakan. Juga kebiasaan menggunakan panty liner. Ini berisiko mengubah kondisi vagina yang seharusnya asam menjadi basa, bisa timbul infeksi,” jelas Ali.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY