Mengenal Tarekat Rifa’iyah

0

Pelita.online – Dalam agama Islam, banyak sekali aliran keagamaan yang berkembang, baik dalam bidang ilmu kalam (teologi) atau akidah, fikih, tasawuf, maupun lainnya. Dibandingkan bidang teologi dan fikih, aliran yang paling banyak berkembang adalah tasawuf. Setidaknya, banyak cara umat Islam dalam mendekatkan diri kepada Allah melalui pendekatan olah spiritual (hati), khususnya tasawuf.

Dalam ilmu tasawuf, salah satu upaya yang dikembangkan untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) adalah mengikuti tarekat. Tarekat berasal dari bahasa Arab, yakni thariqah, yang berarti jalan. Sedikitnya terdapat 42 tarekat mu’tabarah (terkenal) di dunia. Mulai dari tarekat Qadiriyah, Naqsabandiyah, Qadiriyah wan Naqsabandiyah, Syadziliyah, Sammaniyah, Tijaniyah, Khalwatiyah, Syattariyah, Khalidiyah, Mufaridiyah, hingga Rifa’iyah.

Tarekat Rifa’iyah, khususnya, pertama kali muncul dan berkembang luas di wilayah Irak bagian selatan. Pendirinya adalah Abul Abbas Ahmad bin Ali Ar-Rifa’i. Ia lahir di Qaryah Hasan, dekat Basrah, Irak bagian selatan, pada 500 H (1106 M). Sedangkan, sumber lain menyebutkan, ia lahir pada 512 H (1118 M).

Abu Bakar Aceh dalam buku Pengantar Ilmu Tarekat: Kajian Historis tentang Mistik memaparkan, Ar-Rifa’i menghabiskan hampir seluruh hidupnya di wilayah Irak bagian selatan. Sewaktu berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia lalu diasuh pamannya, Mansur Al-Batha’ihi, seorang syekh tarekat.

Selain menuntut ilmu pada pamannya tersebut, ia juga berguru pada pamannya yang lain, Abu Al-Fadl Ali Al-Wasiti, terutama tentang mazhab fikih Imam Syafii. Pada usia 21 tahun, ia telah berhasil memperoleh ijazah dari pamannya dan khirqah sembilan sebagai pertanda sudah mendapat wewenang untuk mengajar.

John L Esposito dalam Ensiklopedia Oxford: Dunia Islam Modern menyebutkan garis keturunan sufi Ar-Rifa’i sampai kepada Junaid Al-Baghdadi (wafat 910 M) dan Sahl Al-Tustari (wafat 896 M). Pada 1145, Ar-Rifa’i menjadi syekh tarekat ini ketika pamannya (yang juga merupakan syekhnya) menunjuknya sebagai pengganti. Dia kemudian mendirikan pusat tarekat sendiri di Umm ‘Abidah, sebuah desa di Distrik Wasit, tempat dia wafat kelak.

Tarekat Rifa’iyah berbeda dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) Rifa’iyah yang ada di Indonesia. Ormas Rifa’iyah didirikan oleh Syekh Haji Ahmad Ar-Rifa’i Al-Jawi Bin Muhammad Bin Abi Sujak Bin Sutjowijoyo. Lahir pada 9 Muharram 1200 H (1786 M ) di Desa Tempuran, Kabupaten Kendal.

Tarekat Rifa’iyah yang juga merupakan tarekat sufi Sunni ini memainkan peran penting dalam pelembagaan sufisme. Di bawah bimbingan Ar-Rifa’i, tarekat ini tumbuh subur. Dalam tempo yang tidak begitu lama, tarekat ini berkembang luas ke luar Irak, di antaranya ke Mesir dan Suriah. Hal tersebut disebabkan murid-murid tarekat ini menyebar ke seluruh Timur Tengah.

Dalam perkembangan selanjutnya, Tarekat Rifa’iyah ini berkembang di kawasan Anatolia di Turki, Eropa Timur, wilayah Kaukasus, dan kawasan Amerika Utara. Para murid Rifa’iyah membentuk cabang-cabang baru di tempat-tempat tersebut. Setelah beberapa lama, jumlah cabang Tarekat Rifa’iyah meningkat dan posisi syekh pada umumnya turun-temurun.

Tarekat ini juga tersebar luas di Indonesia, misalnya di daerah Aceh, terutama pada bagian barat dan utara; di Jawa; Sumatra Barat; dan Sulawesi. Namun, di daerah Aceh, tarekat ini lebih dikenal dengan sebutan Rafai, yang memiliki makna tabuhan rabana yang berasal dari perkataan pendiri dan penyiar tarekat ini.

Meskipun terdapat di tempat-tempat lain, menurut Esposito, Tarekat Rifa’iyah paling signifikan berada di Turki, Eropa Tenggara, Mesir, Palestina, Suriah, Irak, dan Amerika Serikat. Pada akhir masa kekuasaan Turki Usmaniyah (Ottoman), Rifa’iyah merupakan tarekat penting. Keanggotaannya meliputi sekitar tujuh persen dari jumlah orang yang masuk tarekat sufi di Istanbul.

 

Sumber : republika.co.id

LEAVE A REPLY