MUI Batal Membahas Usulan Masa Jabatan Presiden dalam Munas

0

Pelita.online – Ketua Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hasanuddin AF mengatakan, usulan masa jabatan presiden hanya selama satu periode dengan jangka waktu tujuh atau delapan tahun tidak masuk dalam pembahasan musyawarah nasional (Munas) MUI yang akan digelar pada 25-27 November 2020 mendatang.

“Ternyata di rapat tim selanjutnya, tadi malam tepatnya Selasa (20/10/2020), kami telah memutuskan untuk tidak menjadikan bahan tersebut untuk dibahas pada Munas MUI,” kata Hasanuddin kepada Suara Pembaruan, Rabu (21/10/2020) malam.

Hasanuddin menuturkan, usulan tersebut tidak menjadi pembahasan di Munas MUI karena pemilihan presiden sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD). Selain itu, proses mengubah kebijakan yang telah diatur UUD membutuhkan waktu yang lama

Hasanuddin menjelaskan, hadirnya usulan masa bakti presiden itu bertujuan agar presiden betul-betul menjalankan tugasnya. Selain itu, bakal calon presiden di periode selanjutnya akan setara.

Pasalnya, MUI memandang selama ini bakal calon yang berasal dari petahana mendapat banyak keuntungan, sehingga muncul ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara petahana dan bakal calon baru lainnya.

“Ketika calon petahana boleh dipilih kembali, maka saat baru menjabat setahun, ia sudah memikirkan lagi strategi mempertahankan jabatan yang masih empat tahun diadakan. Petahana maunya terpilih lagi, bagaimana pendanaannya, taktik dan strateginya. Jadi kerja Presiden enggak fokus,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, keikutsertaan petahana ini memunculkan dugaan terjadi penyalahgunaan wewenang jabatan. Misalnya, petahana mencuri start kampanye dengan melakukan kampanye terselubung seperti dengan meresmikan proyek di berbagai daerah.

Oleh karena itu, mempertimbangkan hal tersebut, MUI pun mengusulkan masa jabatan presiden ditambah dari lima tahun menjadi tujuh tahun atau delapan tahun selama hanya menjabat satu periode dalam draf pembahasan Munas.

LEAVE A REPLY