Muncul Mutasi Virus Corona Hibrida, Diduga Fase Baru Covid-19

0

Pelita.online – Dua varian virus corona dilaporkan telah menyatu menjadi virus corona SARS-CoV-2 versi hibrida dan menimbulkan peringatan kemungkinan fase baru pandemi Covid-19.

Virus hibrida ini dikhawatirkan lebih berbahaya dan bisa membuat pandemi Covid-19 masuk fase baru. Pasalnya, mutasi hibrida ini tidak seperti mutasi biasa.

Pada mutasi biasa, perubahan terakumulasi satu per satu. Pada mutasi rekombinasi, perubahan bisa membuat banyak mutasi sekaligus. Mutasi hibrida juga membuat virus corona kebal terhadap beberapa jenis antibodi.
Rekombinasi berpotensi menyebabkan munculnya varian baru dan lebih berbahaya. Namun, belum jelas seberapa besar ancaman yang mungkin ditimbulkan oleh peristiwa rekombinasi virus corona yang baru ditemukan ini.

Sehingga, kekhawatiran mutasi hibrida ini akan membuat virus makin berbahaya belum terbukti, lantaran belum ada bukti yang menguatkan.

Hibrida dari virus Inggris dan AS
Dua varian virus corona SARS-CoV-2 versi hibrida ini merupakan penggabungan dari varian B.1.1.7 yang ditemukan di Inggris dan varian B.1.429 yang berasal dari California, Amerika Serikat (AS).

Peristiwa penggabungan atau hibrida itu dinamakan rekombinasi. Varian B.1.1.7 yang sebelumnya dikenal sebagai mutasi virus corona varian baru di Inggris, dinilai sangat mudah menular.
Sedangkan B.1.429 diduga menjadi penyebab munculnya gelombang kasus baru di Los Angeles, AS, karena dinilai resisten terhadap beberapa antibodi.

Melansir New Scientist, rekombinasi virus itu ditemukan oleh peneliti Bette Korber yang bertugas di Laboratorium Nasional Los Alamos, New Mexico, AS. Dia mengaku telah menemukan bukti yang jelas atas rekombinasi B.1.1.7 dan B.1.429 dalam database genom virus AS.

Sejauh ini, Korber hanya melihat satu genom rekombinan di antara ribuan urutan dan tidak jelas apakah virus itu ditularkan dari orang ke orang atau hanya sekali.

Jika benar, rekombinasi itu akan menjadi yang pertama terdeteksi pada pandemi ini. Pada bulan Desember 2020 dan Januari 2021, dua kelompok peneliti secara independen melaporkan bahwa mereka belum melihat bukti rekombinasi meskipun mereka yakin itu akan terjadi karena merupakan hal yang biasa terjadi pada virus corona.

Ilmuwan University College London, François Balloux mengatakan rekombinasi dapat menjadi evolusi yang penting. Sebab, peristiwa itu dianggap oleh banyak orang sebagai asal mula SARS-CoV-2.

Virus corona kerap rekombinasi
Kasus rekombinasi kerap terjadi pada virus corona. Sebab, enzim yang mereplikasi genom mereka rentan terlepas dari rantai RNA yang sedang disalin saat memperbanyak diri. RNA yang lepas kemudian bergabung kembali di rantai yang ditinggalkannya.

Jika sel inang mengandung dua genom virus corona yang berbeda, enzim tersebut dapat berulang kali melompat dari satu ke yang lain. Sehingga, timbul penggabungan elemen yang berbeda dari setiap genom untuk membuat virus hibrida.

Melansir The Sun, ada ribuan perubahan pada genom virus atau disebut mutasi yang sebagian besar tidak bermakna apa-apa sejak muncul pada 2019. Hanya beberapa virus memberikan kemampuan yang lebih baik untuk menyebabkan kerusakan, dengan menyebar lebih mudah atau menyebabkan lebih banyak kematian.

Beberapa mutasi juga dapat membantu virus menghindari antibodi, yang menyebabkan masalah kemanjuran dan infeksi ulang setelah orang menerima vaksin.

“Mutasi itu normal, tetapi beberapa di antaranya membuat kita khawatir,” ujar pakar mikrobiologi University of Reading, Simon Clarke.

Clarke berkata rekombinasi bisa terjadai ketika dua varian virus bergabung. Pada saat itu, kedua varian itu mencampuradukkan materi genetik, yang disebut RNA, dan menghasilkan varian baru.

“Anda akan mendapatkan sebuah mosaik, beberapa bit kode genetik dari virus A, beberapa dari virus B, membuat virus C,” ujarnya.

Ahli virologi dan ahli onkologi di Universitas Warwick, Lawrence Young mengatakan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19 diperkirakan merupakan hasil rekombinasi beberapa varian virus corona pada kelelawar.

Dia pun memperkirakan ada beberapa peristiwa rekombinasi dengan tingkat sangat rendah yang akan terjadi pada manusia.

Tidak jelas berapa banyak orang yang dapat terinfeksi varian ini hybrid itu. Para ilmuwan baru menganalisis secara genetik sebagian kecil dari sampel uji virus corona untuk mencari bukti varian baru.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY