Nyata! Keluarga Sudah Kena, Masih Banyak yang Anggap COVID-19 Rekayasa

0

Pelita.online -Rasa was-was selalu menghampiri Ratu (bukan nama sebenarnya). Bagaimana tidak, ayahnya baru saja didiagnosis terinfeksi COVID-19 namun tampak jelas sang ayah tidak terlalu peduli akan penyakit tersebut. Pikir Ratu, ayahnya cuek-cuek saja karena dia termasuk golongan pasien tanpa gejala.

Kejadian selanjutnya lebih memusingkan lagi. Seharusnya, orang yang telah mendapatkan diagnosis mengisolasi diri dan lingkungan terdekatnya, jika memungkinkan, melakukan tes PCR untuk memastikan tertular atau tidaknya. Hanya saja, di rumah Ratu, bukan hanya sang ayah yang cuek. Ibunya, menurut pandangannya, lebih parah lagi.

“Gimana ya, aku sebenarnya takut banget tapi nggak bisa ngapa-ngapain juga. Aku mau tes, tapi mama selalu bilang ‘tes Corona itu cuman akal-akalan (pemerintah) doang biar dapat proyek’ Padahal di deket rumah ada tes (COVID-19) gratis,” tutur Ratu saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (26/9/2020).

Bukan hanya Ratu yang khawatir, kakaknya pun merasakan hal yang sama. Terlebih jika melihat ibunya seperti golongan yang tidak percaya penyakit COVID-19 ada dan nyata meski ayahnya sudah jelas tertular.

Menurut penuturan Ratu, orangtuanya selalu berbicara mengenai teori-teori yang menyebut virus Corona tidak semematikan itu sehingga tak perlu ambil pusing, meski sudah ada beberapa orang di lingkungan sekitarnya yang sudah tertular COVID-19.

“Mama juga kalau ditanyain sama orang soal kondisi papa, selalu marah. Pokoknya nggak mau percaya gitu. Apalagi kan papa juga Alhamdulillah sehat-sehat aja, makin deh nggak percaya nggak mau tes juga. Bingung pokoknya,” ungkap Ratu.

Kejadian serupa juga dialami Bunga (bukan nama sebenarnya). Sejak awal pandemi COVID-19, ia selalu menjaga diri dan keluarganya agar tidak tertular. Mulai dari menyiapkan wastafel di depan rumah sampai mendisinfeksi tiap sudut ruangan minimal dua hari sekali.

Saat salah satu tantenya terinfeksi COVID-19, ia makin menjaga diri agar tidak membawa virus dengan tak pernah keluar rumah. Terlebih, di rumahnya ada orangtuanya yang sudah berusia sepuh, di atas 60 tahun, yang pasti memiliki risiko tinggi untuk tertular.

Hanya saja, beberapa orang di keluarganya tidak memiliki pandangan yang sama. Meski sudah ada yang tertular, saudara dari tantenya yang terinfeksi masih saja ingin mengunjungi kediamannya. Jika diberitahu soal risiko COVID-19, mereka akan marah.

“Pokoknya selalu bilang ‘toh kita semua bakal meninggal juga. Urusan mati kan di tangan Allah’. Ih aku kesel banget. Belum lagi kalau datang kadang copot masker padahal tahu dirinya punya risiko jadi pembawa virus,” kata Bunga.

Transmisi lokal COVID-19 khususnya di kalangan keluarga juga sudah menjadi perhatian pemerintah untuk ditanggulangi. Sudah ada banyak kasus klaster keluarga yang terjadi karena anggota keluarga tidak menjaga diri. Bahkan, data dari Satgas COVID-19 mengungkap ada 7.411 pasien yang berasal dari klaster keluarga.

  • Bagaimana cara mencegah klaster keluarga?
  • Pastikan langsung mengganti baju
  • Cuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir selama 20 detik
  • Bergegas mandi
  • Taruh pakaian kotor secara terpisah dengan yang lain dan cuci
  • Jangan lewatkan hal tersebut sebelum melakukan kontak atau aktivitas dengan keluarga.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY