Pemda Dinilai Harus Segera Atur Gojek

0
ilustrasi

Semarang, Pelitaonline.id – Pakar transportasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menilai pemerintah daerah harus segera mengatur ojek berbasis aplikasi, Go-Jek.

“Perlu ditegaskan, sepeda motor bukan sarana angkutan umum. Itu sudah diatur dalam undang-undang. Makanya, pemda harus segera mengatur keberadaan Go-Jek di daerahnya,” katanya di Semarang, Sabtu.

Ia mengakui keberadaan Go-Jek memang tidak lepas dari masih buruknya sistem transportasi massal di Indonesia sehingga masyarakat akhirnya memilih menggunakan Go-Jek ketimbang angkutan umum.

Persoalannya, kata dia, beroperasinya Go-Jek akan berbenturan dengan angkutan-angkutan umum resmi yang sudah ada dan beroperasi sehingga harus diatur dengan baik agar tidak menimbulkan gejolak.

“Untuk sementara waktu, saya menilai Go-Jek boleh beroperasi. Namun, harus diberikan tenggat waktu. Artinya, sembari menunggu perbaikan sistem transportasi massal yang dilakukan,” katanya.

Di sisi lain, Kepala Laboratorium Transportasi Unika Soegijapranata itu mengingatkan pemda untuk serius dalam membenahi sektor transportasi massal di daerahnya sampai bagus, nyaman, dan aman.

Kalau sektor transportasi umum yang ada sudah bagus, kata dia, keberadaan Go-Jek harus dibatasi, seperti pembatasan operasi di wilayah-wilayah permukiman yang tidak terjangkau angkutan umum.

Djoko mencontohkan Thailand yang sudah membatasi operasi ojek di wilayah-wilayah permukiman yang tidak terjangkau angkutan umum. Demikian pula, dengan negara-negara lain yang berlaku serupa.

“Thailand sudah membatasi ojek, di Tiongkok apa tidak ada ojek? Ada, namun tidak laku. Sama juga di Prancis, ojek tidak laku. Saya rasa tidak perlu sampai dilarang, tetapi dibatasi,” katanya.

Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Surakarta yang sejak awal tegas menolak masuknya Go-Jek meski tidak semua pemda mengikuti kebijakan yang dilakukan, seperti yang ada di Kota Semarang.

“Semestinya, Go-Jek harus segera diatur. Kalau dengan peraturan daerah (perda), terlalu lama pembahasannya. Lebih baik dengan surat keputusan (SK) gubernur, wali kota, atau bupati,” katanya.(an/zul)

LEAVE A REPLY