Pendistribusian Bantuan Sosial di Indonesia Diapresiasi Bank Dunia

0
Warga penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) menunjukkan uang tunai yang diterima di Bank Kalteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Minggu (31/5/2020). Penyaluran BLT tahap ke-1 dari dana APBD Pemerintah Provinsi Kalteng berupa uang tunai Rp500 ribu per Kepala Keluarga (KK) melalui Bank Kalteng tersebut untuk diberikan kepada 20.031 warga Kota Palangkaraya yang terdampak pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww.

Pelita.online – Pendistribusian bantuan sosial di Indonesia meraih apresiasi dari Bank Dunia. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kähkönen menyatakan perjalanan Indonesia sangat memukau dalam menyalurkan bantuan sosial pada dekade terakhir dan Indonesia telah berhasil mengubah sistemnya secara mendasar dalam waktu yang relatif singkat.

“Terdapat dua pembelajaran dari Indonesia yang patut diikuti seluruh dunia. Pertama, Program Keluarga Harapan Indonesia merupakan program conditional cash transfer (bantuan tunai bersyarat) terbesar kedua di seluruh dunia. Kedua, Program Bantuan Sembako dalam bentuk e-voucher yang berfokus pada nutrisi penerima manfaat daripada sekedar distribusi beras,” ungkapnya dalam keterangan pers diterima Kamis (22/10/2020).

Penilaian tersebut disampaikan dalam acara International Webinar “Delivering Social Assistance During the Pandemic: Lessons from Indonesia” yang diselenggarakan MicroSave Consulting berkoordinasi dengan Inke Maris & Associates Consultant, dan bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Sosial Republik Indonesia, didukung oleh Bill & Melinda Gates Foundation, belum lama ini.

Director of the Financial Services for the Poor Bill & Melinda Gates Foundation Michael Wiegand menyebutkan masih banyaknya masyarakat yang belum terjangkau akses keuangan menjadi tantangan utama pendistribusian bansos di masa depan. Untuk itu, inklusi keuangan menjadi penting dalam mempermudah proses verifikasi dan otentifikasi target penerima bansos. Selain itu, perempuan menjadi pihak yang paling terdampak dari pandemi, di mana sebagian besar merupakan pekerja informal atau terdampak PHK.

“Mengidentifikasi kebutuhan perempuan dalam mengakses bansos dan mendesain program yang didasari kebutuhan perempuan menjadi penting,” ujar Wiegand.

Menurut Wiegand, terdapat empat fokus area perbaikan. Pertama, memperluas entitas dan agen yang dapat mengakselerasi inklusi keuangan dan memfasilitasi layanan cash in & cash out (CICO), seperti misalnya kantor pos dan teknologi finansial (fintech). Kedua, sistem yang saling tersambung atau interoperability antara bank pemerintah maupun swasta, kantor pos dan lembaga keuangan lainnya. Ketiga, bagaimana penerima bansos yang tidak memiliki perangkat mobile tetap dapat mengakses akunnya melalui KTP atau otentikasi biometrik.

“Terakhir, penting juga memastikan ketersediaan uang tunai bagi agen layanan cash in & cash out di seluruh Indonesia,” tutupnya.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY