Pengamat: Beban Jakarta Sudah Terlalu Berat Jadi Ibu Kota

0
Pengamat menilai Jakarta sudah tak sanggup lagi menampung pemerintahan Ibu Kota.

Pelita.online – Presiden Joko Widodo kembali menggulirkan wacana pemindahan ibu kota dengan menggelar rapat terbatas di Istana Negara membahas soal tersebut.

Wacana pemindahan pusat pemerintahan sendiri bukan isu baru. Hal ini sudah mengemuka bahkan sejak era Presiden Sukarno.

Sukarno pernah mewacanakan pemindahan ibu kota negara ke kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Presiden Soeharto dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah mewacanakan rencana tersebut.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjajaran Yogi Suprayogi Sugandi mengatakan memang ada urgensi sehingga ibu kota perlu dipindahkan. Pertama, beban Jakarta sebagai Ibu Kota negara sudah terlalu besar.

Mulai dari pemerintahan, ekonomi, bisnis, hingga pariwisata, kata Yogi, saat ini terpusat di Jakarta. Menurutnya beban itu sangat berat untuk Jakarta yang hanya memiliki luas daratan 661,52 kilometer persegi (km2).

“Jakarta sudah tidak bisa menampung lagi untuk ibu kota pemerintahan, sangat berat. Jakarta lebih baik jadi kota khusus untuk perekonomian,” kata dia saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (29/4).

Namun Yogi mengingatkan pemindahan ibu kota tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kebijakan ini perlu persiapan sangat matang.

Kesiapan infrastruktur fisik seperti gedung-gedung pemerintahan, jalan, hingga sumber daya manusia, perlu dipersiapkan. Wacana ini, kata dia, tidak bisa terlaksana hanya dalam satu hingga dua tahun ke depan.

“Pembangunan infrastruktur untuk ibu kota baru juga harus dilengkapi infrastruktur masyarakat, apakah siap menghadapi wilayah baru,” ujarnya.

Yogi menambahkan pemindahan ibu kota ini dapat menimbulkan kegaduhan dipicu oleh penolakan dari pihak-pihak yang tak setuju.

Dikatakan Yogi salah satu kelompok yang berpotensi menolak adalah para pegawai pemerintah pusat. Penolakan bisa terjadi karena para pegawai tersebut sudah menetap dan membina kehidupan di Jakarta.

Belum lagi, kata Yogi, suara-suara miring yang muncul dari parlemen. Para politikus bisa jadi akan menolak rencana pemindahan ibu kota.

Yogi berkata perlu dukungan politik yang kuat dari parlemen untuk melaksanakan agenda besar ini. Hal itu diperlukan untuk meredam potensi kegaduhan yang terjadi saat eksekusi pemindahan ibu kota ini.

“Kalau sudah jadi rapat ini, harus dikonsultasikan ke anggota dewan (DPR RI) jadi back up politik kuat, dan harus dihitung dengan matang,” ujar dia.

Selain berpotensi memicu kegaduhan, pemerintah juga perlu memikirkan masalah perubahan peraturan perundang-undangan saat pemindahan ibu kota.

Perubahan tak bisa dihindari karena banyak pasal-pasal yang mencantumkan nama Jakarta sebagai ibu kota.

“Lembaga yudikatif perlu mengubah peraturan perundang-undangan, beberapa peraturan itu banyak memposisikan ibu kota itu di Jakarta,” kata dia.

 

 

Sumber: cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY