Pengembang Minta Subsidi Rumah Murah Ditambah Rp 18 T

0

Pelita.online

Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida menyampaikan bahwa kebutuhan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mencapai 260.000 unit di tahun ini. Anggaran yang dibutuhkan untuk itu sebesar Rp 29 triliun

Namun pemerintah hanya mengalokasikan anggaran FLPP Rp 11 triliun untuk memfasilitasi 102.500 unit pada 2020. Sementara REI memperkirakan dana tersebut hanya mampu membiayai 97.700 unit rumah murah. Menurutnya masih dibutuhkan dana sebesar Rp 18 triliun untuk membiayai 260.000 unit.

Ada beberapa solusi yang ditawarkan pengembang untuk memenuhi kekurangan dana tersebut, misalnya pengalihan dana subsidi selisih bunga (SSB) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), realokasi subsidi gas, dan peranan lebih besar dari BPJS Ketenagakerjaan.

“Jadi alternatif ini yang ingin REI sampaikan untuk menentukan mana yang mau dipilih pemerintah. Jadi kami minta bantuan Kadin untuk tindaklanjuti ini,” kata dia dalam konferensi pers di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Plt. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Setyo Maharso menjabarkan alternatif solusi yang sudah disepakati para pengembang perumahan. Pertama, pengalihan dari dana bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) menjadi mekanisme Subsidi Selisih Bunga (SSB) untuk tahun 2020. Pengalihan ini akan menambah bantuan sebesar 128.125 unit.

Alternatif kedua, pemanfaatan dana APBD yang mengendap di rekening pemerintah daerah (pemda). Menurut informasi yang dia tahu, dana pemerintah pusat yang mengendap di rekening pemda hingga Rp 186 triliun. Bila ditarik ke pusat 10% atau Rp 18,6 triliun bisa dialihkan ke program perumahan sederhana.

“Ada amanah UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang menyebut bahwa sebagian dana pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus dialokasikan untuk pengadaan perumahan,” sebutnya.

Alternatif solusi yang ketiga adalah dengan mengoptimalkan peranan BPJS-TK dan SMF untuk perumahan yang perlu didorong karena selama ini porsi penyalurannya yang masih sedikit. Untuk BPJS-TK, perlu ada titik temu di Kemnaker untuk tingkat bunga optimal antara bank dan BPJS-TK agar perbankan dan peserta bisa optimal dalam penyaluran perumahan pekerja.

“Sementara SMF dapat ditingkatkan peranannya secara lebih besar untuk pembiayaan perumahan rakyat. Perlu ditingkatkan fleksibilitas SMF dalam mendapatkan dan menyalurkan pendanaan,” lanjutnya.

Alternatif terakhir, menurutnya bisa memanfaatkan potensi sumber pendanaan dari realokasi sebagian subsidi elpiji 3 kilogram (kg) yang mungkin tidak tepat sasaran menjadi subsidi FLPP.

“Ini akan kita berikan masukan ke stakeholder mumpung masih awal tahun,” tambahnya.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY