Pengusaha Komplain Pemangkasan Lembaga Sertifikasi Produk

0

Pelita.online – Kalangan pengusaha menilai rencana Kementerian Perindustrian memangkas jumlah Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) berpotensi menghambat proses bisnis mereka. Rencananya, Kementerian Perindustrian akan memangkas lembaga itu dari saat ini 59 menjadi hanya 1 atau 2 lembaga saja.

Padahal, Vice Chairman Commitee Upstream Industry&Petrochemical Kadin Indonesia Achmad Widjaja menyebutkan kehadiran lembaga tersebut banyak membantu pengusaha mendapatkan SNI atas produk mereka.

“Kalau dalam hal LS PRo akan kembali kepada jalur seperti zaman 15 tahun-30 tahun yang lalu hanya Sucofindo, ya susah sekali bagi pengusaha untuk implementasi kecepatan pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya dalam Webinar Pro Kontra Wacana Monopoli LS Pro, Selasa (20/10).

Ia mengatakan permasalahan utama sebetulnya bukan dari jumlah LS Pro tersebut. Namun, pengawasan dan penertiban lembaga. Ia menilai memangkas jumlah LS Pro tersebut tidak menjawab permasalahan yang ada.

“Perlu perhatian pemerintah untuk pertegas SNI ini dengan memperluas LS Pro yang lebih berkualitas, bukan dihilangkan oleh Kementerian Perindustrian,” katanya.

Pada 2019 lalu, LS Pro di Indonesia telah mengeluarkan sebanyak 1.207. Kemudian, tahun ini sebanyak 994 sertifikat.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi VI DPR RI mengatakan rencana perampingan LS Pro memiliki keuntungan dan kerugian.

Keuntungannya, pemerintah dapat mengontrol langsung kualitas SNI lantaran berada dalam 1 atau 2 lembaga saja.

“Sehingga, bisa melindungi konsumen. Jadi, kalau ada produk yang bocor itu murni salah pemerintah tidak bisa lagi pemerintah menuduh kesalahan LS Pro, karena itu murni menjadi kesalahan pemerintah,” katanya.

Keuntungan lainnya, pemerintah bisa mengupayakan agar SNI tersebut diterima sebagai standar global, sehingga memudahkan produk ekspor Indonesia.

Di sisi lain, rencana itu juga memiliki kerugian khususnya bagi perusahaan LS Pro eksisting. Perusahaan LS Pro eksisting dirugikan utamanya perusahaan yang telah menanamkan sejumlah investasi pada laboratorium pengujian produk.

“Kemudian, LS Pro yang sudah eksis harus PHK karyawan karena kebijakan pemerintah itu,” terang dia.

Selain itu, ada kecenderungan harga SNI lebih mahal karena nanti muncul monopoli oleh 1 atau 2 lembaga saja di bawah pemerintah. Namun, menurutnya keputusan itu menguntungkan pengusaha lantaran tidak perlu bingung lagi menentukan tempat melakukan proses SNI.

Oleh sebab itu, ia menilai hendaknya pemerintah dan pengusaha memilih jalan tengah. Dalam hal ini, semua stakeholder terkait harus melakukan diskusi sebelum mengambil keputusan.

“Usul saya, jalan tengahnya adalah tidak boleh ada monopoli tapi restrukturisasi. Jadi pemerintah merestrukturisasi LS Pro agar semua qualified dan standarnya dinaikkan,” tandasnya.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY