Pengusul RUU HIP Tidak Bisa Diproses Hukum

0

Pelita.online – Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) masih menimbulkan pro dan kontra. Sejumlah pihak mendorong para pengusul RUU HIP dapat diproses secara hukum.

Terkait hal itu, advokat yang juga anggota Dewan Pengarah Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) DKI Jakarta, Ridwan Darmawan menilai, anggota DPR punya hak imunitas, mereka memiliki hak melekat dalam kerangka pekerjaan sebagai mana tupoksinya sebagai anggota Dewan.

“Anggota DPR tentu punya hak imunitas, hak kekebalan hukum yang berarti tidak bisa dituntut di muka persidangan akibat dari pernyataan, pertanyaan, pendapat, maupun sikap, tindakan dan kegiatan yang bersangkutan selagi dalam tugas dan kewenangan anggota DPR sebagai hak konstitusional yang sesuai perantauan perundang-undangan,” tutur Ridwan kepada SINDOnews, Rabu (1/7/2020).

Pada Pasal 224 ayat (1) dan (2) UU MD3 menyatakan pada pokoknya anggota DPR tidak bisa dituntut dimuka pengadilan atas pertanyaan, pernyataan dan/atau pendapat baik lisan maupun tertulis, juga sikap, tindakan dan kegiatan yang dilakukan anggota DPR baik di dalam persidangan atau di luar semata-mata atas kerangka tugas, fungsi serta hak anggota DPR dan sesuai hak konstitusional yang dimiliki anggota DPR.

Menurutnya, jika dihubungkan dengan ketentuan Pasal 217 ayat (1) yang mengatur tentang hak anggota DPR untuk mengajukan usul pembentukan rancangan undang-undang, maka dapat dikualifikasikan para pengusul RUU HIP telah secara konstitusional memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR karena perbuatan atau tindakan, sikap, kegiatan, pendapat yang melingkupi seluruh proses pembentukan RUU HIP tersebut adalah dalam kerangka menjalankan hak konstitusional DPR melalui anggotanya yakni fungsi legislasi. “Jadi jelas ya, pengusul RUU HIP tidak bisa dipidana atau diproses hukum karena telah sesuai dengan hak konstitusional mereka sebagai anggota DPR,” ujar Ridwan. 

Menariknya, kata Ridwan, tuntutan untuk menyeret pelaku penyusunan RUU HIP didasarkan pada asumsi dan cenderung politis serta tidak berbasiskan pada pengetahuan yang komprehensif dan utuh baik dari sisi sejarah, filsafat, kajian idiologi dan tentu bisa dikatakan historis.

Dia mencontohkan para penggerak gerakan ini dalam berbagai kesempatan menyatakan RUU HIP sangat berpotensi membangkitkan faham dan ideologi komunisme karena akan mengubah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila. Menurut Ridwan ini menggelikan dan menunjukkan mereka ahistoris, tidak mempelajari sejarah bangsanya sendiri. “Jelas ahistoris, istilah atau diksi Trisila atau Ekasila itu lahir dan keluar dari mulut Bung Karno sebagai pencetus utama dan pertama Pancasila saat pidato dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945 lalu, cek aja dalam literatur, banyak kok,” ulas Ridwan.

Menurut Ridwan, pada saat itu Bung Karno sedang memberikan pilihan kepada anggota BPUPKI. “Inilah 5 prinsip berbangsa untuk Indonesia merdeka selamanya, jika ingin lebih sederhana, bisa menjadi Trisila, dan jika masih ingin lebih ringkas lagi bisa diperas menjadi Ekasila. Inikan sama dengan para ulama tafsir, ulama tasawuf dalam Islam yang menjelaskan bahwa Alquran itu saripatinya ada dalam surat Al-Fatihah, ini bukan berarti ulama tersebut ingin mengubah Alquran kan,” katanya.

Akhirnya, Ridwan berharap seluruh elemen bangsa memahami dinamika, diskursus serta pro kontra dalam negara hukum dan demokratis adalah niscaya, tentu juga dilakukan dengan cara-cara yang beradab dan konstitusional. “Maka ketika hal itu sudah keluar jalur, maka proses hukum harus dilakukan bagi para pelanggar hukum dan ketertiban masyarakat,” tandasnya.

 

Sumber : Sindonews.com

LEAVE A REPLY