Perang Yamamah: 1.200 Sahid, 39 Orang Di Antaranya Penghafal Qur’an

0

Pelita.online – SESUDAH membereskan mereka yang berlindung di Kebun Maut, Abdullah bin Umar dan Abdur-Rahman bin Abi Bakar mengusulkan kepada Khalid bin Walid agar mereka dikirim untuk menempati benteng Yamamah. Hanya saja, Khalid tak mau buru-buru mengambil keputusan.

“Aku akan menyebarkan pasukan berkuda dan menangkapi orang-orang yang ada di luar benteng, sesudah itu nanti aku mengambil keputusan,” jawabnya.

Muhammad Husain Haekal dalam As-Siddiq Abu Bakr mengisahkan Khalid menyebarkan pasukan berkudanya, yang kemudian kembali membawa segala harta benda, perempuan dan anak-anak. Semua itu dibawa ke markas. Barulah kemudian ia memerintahkan agar berangkat ke benteng dan membongkar segala yang ada di dalamnya. Dengan mengadakan pembersihan demikian, sejak itu tak ada lagi perlawanan dari Banu Hanifah.

Khalid makin percaya kepada Mujja’ah sesudah ia diberi tugas melindungi Umm Tamim, demikian juga kejujurannya mengenai Musailamah dan pengikut-pengikutnya. Orang ini datang kepada Khalid dan mengatakan: “Yang sudah kauperoleh itu hanya orang-orang baris depan saja; di dalam benteng masih banyak tokoh-tokoh yang lain. Bersediakah kau mengadakan perdamaian sehubungan dengan orang-orang yang menjadi tanggung jawabku?”

Khalid memperhatikan angkatan bersenjatanya. Tampaknya mereka sudah letih sekali dicabik perang, sudah banyak pula di antara pemuka-pemuka mereka yang mengalami luka-luka. Mereka ingin kembali membawa kemenangan yang membanggakan itu. Kalau dengan maksudnya itu Mujja’ah jujur, menurut hematnya memang sebaiknya mengajaknya damai, dengan catatan pihak Muslimin tetap menguasai rampasan perang yang sudah menjadi bagiannya, kecuali separuh dari orang-orang tawanan.

Selanjutnya kata Mujja’ah: “Sekarang aku akan menemui kaumku dan akan kutawarkan apa yang sudah kulakukan ini.”

la pergi menemui perempuan-perempuan di tempat itu dan katanya kepada mereka: “Pakailah pakaian besi kalian dan tampillah ke depan benteng.”

Setelah mereka melakukan itu dan Khalid menyaksikannya, ia yakin bahwa Mujja’ah tidak membohonginya. Tetapi kemudian Mujja’ah kembali lagi dan berdalih bahwa apa yang sudah dilakukannya itu mereka tak setuju. Hanya sebagian yang tampil ke depan benteng kemudian kembali menyatakan pendapat mereka yang sama.

Khalid mengalah dari separuh tawanan yang sudah disetujuinya itu. Tetapi ketika benteng itu dibuka yang ada hanya perempuan, anak-anak dan orang tua-tua yang sudah lemah. Khalid menatap Mujja’ah dengan pandangan berang. “Celaka engkau! Kau mau menipu aku?!”

“Tenanglah,” kata Mujja’ah. “Mereka itu kaumku. Aku tak dapat berbuat lain selain apa yang sudah kulakukan itu.”

Khalid sangat menghargai kesungguhan solidaritasnya itu. Kemudian perjanjian perdamaian disetujui dan orang itu pun dibebaskan. Disebutkan juga bahwa sebelum diadakan perjanjian dan sebelum Khalid melihat siapa yang ada dalam benteng itu, Mujja’ah pergi menemui kaumnya dan menawarkan perjanjian tersebut kepada mereka. Tetapi Salamah bin Umair dari Banu Hanifah menentangnya. “Tidak,” katanya. “Kita tidak setuju. Kita akan mengajak penduduk dan budak-budak, kita akan terus berperang, bukan berdamai dengan Khalid. Benteng kita kuat, makanan cukup dan musim dingin sudah tiba.”

“Engkau ini sial!” kata Mujja’ah, “masih hijau, kurang pengalaman. Engkau keliru mengira aku menipu mereka sampai dapat memenuhi permintaanku untuk damai. Masih adakah orang dari kita yang dapat diharapkan atau dapat mempertahankan diri? Aku cepat-cepat bertindak demikian sebelum kalian ditimpa malapetaka seperti yang dikatakan Syurahbil bin Musailamah ‘Sebelum perempuan-perempuan kita mendapat giliran sebagai tawanan, dan dijadikan gundik-gundik.'”

Mendengar kata-kata itu mereka lebih menyetujui perdamaian dan tidak lagi menghiraukan kata-kata Salamah bin Umair.

Perintah Bunuh
Sementara itu, Khalifah Abu Bakar mengirim seorang utusan untuk menemui Khalid dengan membawa perintah membunuh semua orang dari Banu Hanifah yang mampu berperang. Tetapi Khalid sudah mengadakan perdamaian dengan mereka. Khalid adalah orang yang teguh berpegang pada janji. Semua anggota keluarga Banu Hanifah dikumpulkan dan dibawa ke markas Khalid untuk membuat ikrar dan kemudian akan dibebaskan dari segala kesalahan masa lampau.

Setelah membuat ikrar dan mereka dibebaskan dari perbuatan murtadnya lalu kembali kepada Islam, Khalid mengutus orang kepada Abu Bakar di Madinah. “Mengapa kamu sampai merendahkan diri serupa itu?” kata Abu Bakar kepada para utusan itu begitu mereka sampai ke Madinah. “Khalifah Rasulullah,” kata mereka. “Apa yang kami alami sudah disampaikan kepada Khalifah. Orang itu dan keluarganya memang belum mendapat karunia Allah.”

Bagaimana Khalid masih mau menerima Mujja’ah padahal sudah menipunya, Khalid yang kita kenal sangat keras dan tegar itu? Rupanya, kemenangan Muslimin yang sangat meyakinkan membuat Khalid lebih banyak menenggang. Jumlah korban yang mati di pihak Banu Hanifah sudah melebihi suatu kemampuan. Konon yang mati di Kebun Maut itu mencapai tujuh ribu orang, dan sebanyak itu pula mati di medan perang, dan tujuh ribu lagi mati ketika Khalid melepaskan pasukannya mengadakan pengejaran terhadap orang-orang yang melarikan diri.

Di samping itu dari perdamaian yang dilakukan dengan Mujja’ah itu Muslimin mendapat rampasan perang berupa emas, perak, senjata dan seperempat tawanan perang. Di setiap pedesaan Banu Hanifah, dapat pula kebun dan persawahan sesuai dengan pilihan Khalid.

Ini BocorannyaKalaupun Mujja’ah sudah berhasil menyelamatkan masyarakatnya yang masih ada sehingga mereka yang masih mampu berperang pun tak sampai dibunuh, namun masyarakatnya itu semua sudah kembali kepada Islam dan mengakui kedaulatan Abu Bakar.

Jika Khalid sudah dapat mencapai semua itu tak perlu lagi ia marah kepada Mujja’ah atau mengadakan pembalasan karena tipu dayanya itu.

Seperti jumlah kurban yang terbunuh di pihak Banu Hanifah, yang tak pernah terbayang dalam pikiran siapa pun di tanah Arab masa itu, begitu juga jumlah korban yang terbunuh di kalangan Muslimin, di luar perkiraan mereka pula.

Dari pihak Muhajirin yang terbunuh sebanyak 360 orang, dari Ansar 300 orang, tak termasuk anggota-anggota kabilah yang terbunuh. Jumlah total yang terbunuh di pihak Muslimin mencapai 1.200 orang.

Kabilah-kabilah itu diperolok oleh kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka merasa bangga dengan jumlah yang terbunuh itu. Kelebihan Muhajirin dan Ansar bukan hanya pada jumlah orang yang terbunuh itu saja, tetapi di antara mereka itu terdapat 39 orang sahabat besar dan mereka yang sudah hafal Qur’an.

Dan kita pun tahu betapa besar dan terhormatnya kedudukan mereka di mata kaum Muslimin. Tetapi ya, adakalanya malapetaka membawa rahmat! Akibat terbunuhnya para penghafal Qur’an itulah maka timbul pikiran pada masa Abu Bakar hendak mengumpulkan Qur’an, sebab pembunuhan seperti yang terjadi terhadap mereka yang ikut serta dalam ekspedisi Yamamah itu, dikhawatirkan kelak akan berlanjut kepada yang lain.

 

Sumber : Sindonews.com

LEAVE A REPLY