Pilkada Dilanjutkan, PBNU: Belum Terlambat Ditinjau Kembali

0

Pelita.online – Pemerintah dan DPR disebut belum terlambat untuk meninjau kembali pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Serentak 2020. Organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dan kelompok pegiat demokrasi, serta Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) sudah menyuarakan agar pilkada ditunda. Mengingat masih masifnya penyebaran Covid-19.

“Kalau setelah kami sampaikan (usulan penundaan) ternyata pemerintah, DPR, dan KPU (Komisi Pemilihan Umum) berpandangan lain, tentu saja itu di luar wilayah kami. Namun layak sekiranya pemerintah mempertimbangkan dan belum terlambat meninjau kembali,” ujar Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU, Robikin Emhas kepada Beritasatu.com, Jumat (25/9/2020).

Robikin menuturkan tugas ormas keagamaan, khususnya PBNU yakni mengemban mandat keagamaan dan kebangsaan. Menurut Robikin, menjaga keselamatan jiwa merupakan salah satu tugas penting agama. Sementara dalam konteks konstitusi, tujuan bernegara sesuai pembukaan UUD 1945 antara lain yaitu melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.

Robikin mengatakan hak untuk hidup merupakan mandat konstitusi. Hak tersebut tidak bisa dikurangi. Pada masa pandemi Covid-19, lanjutnya, hak hidup dihadapkan dengan hak untuk memilih dan dipilih. “Kadarnya lebih tinggi mana? Tentunya hak hidup, karena hak politik bisa dikurangi dalam keadaan tertentu demi kemaslahatan. Kami hanya minta pilkada ditunda, bukan dihilangkan,” ujar Robikin.

Menurut Robikin, kampanye pilkada di tengah pandemi Covid-19, tidak menjamin pergerakan orang akan berkurang. Robikin meyakini kerumunan maupun pergerakan orang tetap berlangsung walau kampanye disarankan berlangsung virtual. Dikatakan, tim sukses atau pendukung kandidat tentu bakal melakukan aksi door to door.

“Pasti tetap ada pergerakan orang, padahal salah satu cara yang direkomendasikan untuk mengurangi Covid-19 ialah mengurangi pergerakan dan kerumunan. Tim sukses pasti diam-diam akan door to door menemui masyarakat di daerah masing-masing. Karena itu dalam kondisi seperti ini, kami masih sangat berharap pilkada ditunda,” kata Robikin.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut telah mendengarkan masukan dari PBNU dan Muhammadiyah yang meminta pilkada ditunda. Demikian halnya saran lain yang mendukung pilkada dilanjutkan. “Presiden berkali-kali mengadakan rapat atau pembicaraan hal ini secara khusus untuk membicarakannya,” ungkap Menko Polhukam Mahfud Md, belum lama ini.

Mahfud menegaskan Presiden memutuskan pilkada digelar seperti jadwal yang ditentukan yakni pada 9 Desember 2020. “Presiden berpendapat pilkada tidak perlu ditunda dan tetap dilaksanakan. Jika pilkada ditunda, misal sampai selesai Covid-19, itu tidak memberi kepastian karena tidak ada satu pun orang atau lembaga yang bisa memastikan kapan Covid-19 berakhir,” tegas Mahfud.

Mahfud menambahkan sejumlah negara seperti Amerika Serikat pun tidak menunda pemilu, padahal penyebaran Covid-19 sangat masif. Mahfud menuturkan pemerintah juga tidak menginginkan kepemimpinan di daerah dilaksanakan oleh pelaksana tugas (plt) dalam waktu bersamaan jika pilkada ditunda. Sebab plt tidak mempunyai kewenangan mengambil kebijakan strategis.

Mahfud mengatakan pilkda sebenarnya pernah ditunda sekali sampai akhirnya ditetapkan pada 9 Desember 2020. Dikatakan, pilkada semestinya digelar pada 23 September 2020. Menurut Mahfud, saat ini yang diperlukan yakni mengantisipasi penularan Covid-19 dalam pelaksanaan pilkada di 270 daerah.

Diketahui, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj memang meminta agar pilkada ditunda. Sebab pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerah berpotensi memunculkan kerumunan massa, meskipun protokol kesehatan Covid-19 dijalankan secara ketat. PBNU juga meminta anggaran pilkada direalokasikan untuk penanganan krisis kesehatan, termasuk jaring pengaman sosial.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah pun menyampaikan hal yang sama. Pemerintah diminta mengkaji dengan saksama kemungkinan penundaan pilkada. “Keselamatan masyarakat jauh lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaan pilkada yang berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19. Semoga pemerintah bisa lebih mendengar,” kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY