PKB Minta Pembahasan Revisi UU Pemilu Ditunda

0

Pelita.online – PKB memandang upaya revisi undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu harus mencakup masalah-masalah mendasar yang menjadi temuan kekurangan pada pelaksanaan Pemilu 2019 kemarin.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus Sekretaris Bidang Gerakan Sosial dan Kebencanaan DPP PKB Luqman Hakim mengungkap ada beberapa poin permasalahan yang harus diperhatikan.

Salah satunya, banyaknya penyelenggara pemilu (paling banyak petugas KPPS) meninggal dunia pada pemilu 2019 akibat aturan penghitungan suara yang harus selesai pada hari pemungutan suara.

“Sedangkan batas maksimum hak pilih tiap TPS masih sangat tinggi, yakni 500 pemilih dengan lima kertas suara. Beban penghitungan yang dibatasi waktu, menyebabkan banyak petugas KPPS kelelahan, sakit dan meninggal dunia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (6/2).

Luqman menjelaskan praktik money politic pada pemilu 2019 makin massif dan besar angka rupiahnya jika dibandingkan pemilu 2014 dan 2009. Ini disebabkan aturan penegakan hukum terhadap praktik money politic yang tidak tegas dan efektif.

“Semakin kuatnya pengaruh money politic dalam pemilu, tentu merusak hakikat demokrasi dan menyebabkan kekuasaan yang dihasilkan pemilu mengalami penurunan legitimasi dan cenderung korup,” tambahnya.

Selain itu, undang-undang pemilu tidak mengatur kewajiban domisili caleg di daerah pemilihan. Sehingga hubungan anggota DPR dengan rakyat di daerah pemilihan yang diwakili, kadang menjadi longgar dan mengalami keterputusan.

Padahal tugas dan tanggungjawab anggota DPR, sebagaimana diucapkan dalam sumpah jabatan, adalah menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat daerah pemilihan. Dalam pandangan Ketua Umum DPP PKB H. Abdul Muhaimin Iskandar deretan problematika aturan pemilu di atas ada yang harus dilakukan.

Pertama, harus diperbaiki dengan matang, tidak terburu-buru serta membutuhkan keterlibatan aktif semua elemen masyarakat sipil. Agar keinginan mulia memperbaiki undang-undang pemilu dapat dihindarkan dari jebakan interes politik jangka pendek yang bersifat elitis, seperti yang sering terjadi pada pembahasan regulasi pemilu sebelumnya.

Kedua, PKB melihat situasi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan dunia saat ini, menjadi hambatan serius bagi upaya melibatkan partisipasi publik dalam pembahasan revisi undang-undang pemilu.

Ketiga, seluruh energi dan sumber daya yang dimiliki bangsa saat ini sebaiknya dikerahkan untuk menangani pandemi Covid-19 dengan seluruh dampaknya, baik ekonomi, kemiskinan, pengangguran, pendidikan dan masalah-masalah lain. Pemerintah perlu diberikan kesempatan yang leluasa mengatasi masalah-masalah ekstra-mendesak tersebut.

Sehingga, Ketua Umum DPP PKB memerintahkan Fraksi PKB di DPR RI agar menghentikan pembahasan draft RUU Pemilu yang saat ini sedang berjalan dan mendukung pilkada serentak nasional sesuai UU 10/2016 yakni November 2024.

“Terakhir, sebagai anggota Fraksi PKB yang ditugaskan menjadi pimpinan Komisi II, tentu saya akan melaksanakan perintah Ketua Umum DPP PKB yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara di atas segalanya,” pungkasnya.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY