Redam Aksi Demo, BUMN China Dipaksa Kerek Bisnis di Hong Kong

0

Pelita.online – Pemerintah China mendesak perusahaan pelat merahnya untuk meningkatkan aktivitas bisnis di Hong Kong sebagai upaya untuk meredakan aksi unjuk rasa yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.

Upaya itu dilakukan mulai dari mengerek investasi hingga meningkatkan kendali Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China di sejumlah perusahaan di hub keuangan Asia itu.

Dilansir dari Reuters, Jumat (13/9), pemerintah China meminta perwakilan dari hampir 100 perusahaan terbesar miliknya untuk membantu meredakan salah satu krisis politik terbesar China itu dalam sebuah pertemuan di Shenzhen pada pekan ini.

Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh Komisi Administrasi dan Pengawasan Aset Milik Negara (SASAC). Sebuah badan pusat berperan dalam mengawasi BUMN China. Kabarnya, China Merchants Group dan Sinopec yang merupakan perusahaan pelat merah raksasa China di bidang minyak dan gas turut hadir dalam pertemuan tersebut.

SASAC sendiri tidak memberi komentar terkait pertemuan itu. Demikian juga pihak Sinopec dan China Merchants Group.

Seorang sumber dalam pertemuan tersebut mengatakan pemerintah China mendorong perusahaan negara untuk mengawasi dan mengendalikan perusahaan serta lebih berperan dalam pengambilan keputusan bisnis di Hong Kong.

“Para elit bisnis di Hong Kong tentu saja belum melakukan hal yang cukup. Sebagian besar dari mereka bukan salah satu dari kami,” ujar salah satu eksekutif perusahaan pelat merah China kepada Reuters.

Dalam upaya menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga Hong Kong, seorang sumber yang tidak ingin disebut namanya mengatakan badan usaha milik China berjanji akan berinvestasi lebih banyak di industri utama Hong Kong, termasuk sektor real estate dan pariwisata.

Pada Rabu (11/9), melalui keterangan resmi, Ketua SASAC dari Partai Komunis Hao Peng mengatakan BUMN China sedang mencari cara untuk bekerja sama dalam proyek-proyek perkotaan.

Sebagai catatan, perekonomian Hong Kong sebelumnya didominasi oleh rumah dagang Inggris pada abad ke-19. Para taipan lokal kemudian mengambil alih sebagian besar dari bisnis tersebut pada akhir abad ke-20 dan melahirkan perusahaan besar seperti CK Hutchison Holdings milik Li Ka-shing.

Pemerintah China memang menaruh perhatian pada kondisi Hong Kong di tengah aksi unjuk rasa yang berlangsung selama berbulan-bulan.

Maskapai penerbangan Hong Kong Cathay Pacific Airways Ltd telah menjadi korban dari aksi unjuk rasa tersebut setelah Beijing menuntut para staf Cathay yang ikut aksi unjuk rasa untuk diberi sanksi.

Hal itu menyebabkan CEO Cathay Rupert Hogg mengundurkan diri, disusul oleh sang Chairman John Slolsar yang mengumumkan akan mengundurkan diri pada November mendatang.

Sebagai informasi, aksi ricuh di Hong Kong dipicu oleh rancangan undang-undang yang akan memungkinkan tersangka kriminal di Hong Kong diekstradiksi ke China daratan.

Hong Kong dan China sendiri memiliki sistem satu negara, dua sistem dimana China telah memerintah Hong Kong sejak terlepas dari kolonial Inggris pada 1997.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY