Review Film: The Platform

0

Pelita.online – Capaian The Platform sebagai pemenang People’s Choice Award untuk Midnight Madness atau film paling populer di Festival Film Internasional Toronto 2019 tampaknya cukup menjadi alasan untuk menonton dan tak melewatkan film ini.

Film debut garapan sutradara Spanyol Galder Gaztelu-Urrutia ini mengusung tema tentang kesenjangan sosial lewat potret cerita fiksi di dalam sebuah penjara yang dikemas dengan cukup menarik.

Penjara bergaya seperti menara ini tidak hanya diisi oleh para pelaku kriminal, tapi juga mereka yang secara sukarela demi mencapai satu keinginan. Setiap penghuni di dalam penjara juga diizinkan membawa apapun tapi hanya satu, baik itu berupa senjata tajam ataupun hewan peliharaan.

Goreng masuk ke dalam penjara itu secara sukarela demi menukarnya dengan gelar Diploma setelah bebas. Saat pertama masuk, dia memilih hanya membawa bekal buku Don Quijote dan ditempatkan dalam sel no. 48, yang juga menandakan level ruangan. Dia ditempatkan bersama Trimagasi yang berada di sana atas tuduhan pembunuhan.

Penjara ini memberi makan para penghuninya sekali dalam 24 jam dan dikirim melalui platform yang bergerak dari atas ke bawah melalui lubang besar di lantai dan langit-langit.

Mereka yang tinggal di ruang teratas, memiliki kemampuan untuk mengambil porsi makanan lebih banyak dan dalam kondisi baik.

Sementara, makin ke bawah napi berada, makin sedikit makanan yang ditinggalkan orang-orang di atas. Mereka hanya menghabiskan sisa-sisa makanan dari ruang teratas dan harus menahan lapar bila tak ada secuil makanan yang tersisa.

Ruangan itu akan menjadi sangat panas atau dingin jika mereka mencoba untuk menimbun makanan setelah platform meninggalkan level mereka.

Setiap bulan, para penghuni akan dipindahkan ke level lain secara acak. Bila beruntung, mereka bisa menempati level teratas. Sementara saat sial, mereka bisa menempati level terbawah.

Review Film: The PlatformReview The Platform menggambarkan tingkah manusia yang terbagi dalam kelas-kelas dalam satu lokasi yang sama, mulai dari tamak hingga buas. (dok. Latido Films/Netflix via IMDb)

Secara sederhana, The Platform memotret tentang kesenjangan sosial, kala mereka yang berada di bawah berjuang untuk bertahan hidup dari kelaparan hingga bisa menjadi ‘buas’. Sementara yang berada di atas bergelimang segala ‘kemewahan’ diliputi ketamakan dan keserakahan.

Di satu sisi, kisah ini juga coba berbicara tentang kebobrokan suatu sistem hingga munculnya gerakan perlawanan.

Perputaran roda kehidupan manusia pun menjadi satu tema khusus tentang bagaimana mereka menghadapi situasi ketika berada di atas ataupun terpuruk di bawah.

Secara garis besar, sang sutradara mengemas kisah ini dengan konsep menarik. Genre horor-thriller yang diusung Gaztelu-Urrutia pun cukup sukses membuat intensitas emosi penonton larut.

Sayangnya ada beberapa detail cerita yang tak disampaikan secara gamblang, terlebih tentang sosok di balik level nol yang menyiapkan sajian makanan dan dasar pengaturan level para penghuni.

Bukan hanya itu, secara cerita, The Platform dibuat secara terbuka dan menyerahkan interpretasi kepada masing-masing penonton. Sehingga, bisa jadi kesan film ini akan amat berbeda di antara masing-masing individu.

Sebagai catatan, film ini memuat konten sadis, kekerasan, serta adegan dewasa. Selain itu, ada baiknya film ini juga tidak ditonton sembari makan. Usai mengetahui review The Platform, film ini dapat disaksikan secara streaming di Netflix.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY