Rumput Liar dan Serangga Diprediksi Jadi Makanan Masa Depan

0
Koki asal Melbourne Ben McMenamin ingin ada perubahan positif bagaimana orang menikmati makanan. Semangku salad ini contohnya./ Sumber foto : ABC

MELBOURNE, Pelita.Online – Maukah Anda membeli makanan yang terbuat dari potongan daging, rumput liar, dan serangga dengan harga yang mahal?

Koki asal kota Melbourne, Ben McMenamin, memperkirakan dalam 50 tahun, bahan-bahan makanan ini akan menjadi bagian besar dari pola makan masyarakat. Ia ingin mendorong perubahan positif bagi cara orang berpikir soal makanan, dengan mengajak mereka mengenal visi makanan masa depan.

Pada acara Utopian Foods Dinner. yang tiketnya terjual habis sebagai bagian dari Melbourne Knowledge Week, 42 pengunjung membayar 150 dolar AS atau sekitar Rp 1,5 juta, untuk mencicipi lima hidangan masakan.

“Masing-masing hidangan memiliki cerita yang berbeda soal makanan tertentu yang mungkin akan kita makan,” kata Ben.

“Salah satu hidangan memiliki bahan pangan lokal Australia yang berjarak 110 kilometer [dari kota].”

“Makanan yang kita makan di masa depan akan bersumber dari produsen lokal, dan kita akan memiliki sistem makanan lokal yang jauh lebih tangguh dan beragam.”

Hidangan itu terdiri dari labu biru dari kawasan Keilor, Victoria, dengan jamur pinus dari Woodend, dan curd kambing dari Mornington Peninsula. Dalam hidangan lain, Ben memasak miso dari kaldu tulang babi dengan tanaman nasturtium dan semut liar.

“Tulang babi umumnya merupakan produk limbah dari industri peternakan. Tanaman nasturtium diklasifikasikan sebagai rumput liar,” katanya

Ben mengatakan mereka memilih menggunakan nasturtium sebagai cara untuk menunjukkan banyak makanan yang tergolong gulma tidak hanya lezat, tapi juga sangat baik untuk kita.

“Mereka memiliki antioksidan dan mineral. Dan semut. serangga bisa menjadi sumber protein yang berharga dan berkelanjutan.”

Memasak untuk menginspirasi masa depan

Ben memulai usaha sosialnya, Social Food Project, dengan gagasan makanan bisa membuat orang bersama-sama membawa perubahan. “Ada banyak teori soal lingkungan yang tidak menyenangkan di luar sana, seperti ‘bagaimana jika lebah mati?’ Dan, ‘kita akan makan daging yang dikembangkan di laboratorium’,”katanya.

“Kami tertarik untuk mengomunikasikan masa depan dengan skenario terbaik”.

“Sama seperti bagaimana seorang penulis fiksi ilmiah bisa membicarakan masa depan, misalnya internet, yang bisa menginspirasi orang, penemu atau mereka yang berkecimpung di bidang teknologi, untuk terus melanjutkan dan mengembangkan gagasan itu.”

“Jadi kita seperti penulis fiksi ilmiah, kecuali tidak menggunakan media tulisan, kita menggunakan media memasak.”

Rebecca Woodcock, salah satu koki yang membantu menyiapkan makan malam, mengatakan ia telah melihat permintaan konsumen mendorong perubahan besar dalam industri kuliner. Ia mengutip contoh-contoh, termasuk penggunaan ayam yang dikembangkan secara bebas dan popularitas produk segar langsung dari petani saat ini.

“Saya rasa ada lebih banyak kesadaran sosial di masyarakat umum. Dan kemudian membuat restoran, katering, dan koki sendiri untuk memikirkan apa yang orang-orang inginkan,” katanya.

Ben mengatakan beberapa hidangan yang dimasaknya mungkin tidak mudah dicoba di rumah, tapi menunjukkan bahwa banyak dari makanan tersebut, seperti kaldu tulang babi, sebenarnya berdasarkan resep tradisional.

“Dalam masa depan yang berkelanjutan kita akan memiliki lebih banyak keterampilan memasak di segala lapisan. Ini hampir seperti kembali ke masa lalu, tapi juga maju dalam waktu,” katanya.

Ia menambahkan makanan di masa depan tidak hanya akan selezat makanan saat ini, tapi akan “lebih lezat lagi”.

Republika.co.id

LEAVE A REPLY