Satu Juta Guru Honorer Bakal Diangkat PPPK

0

Pelita.online – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong pemerintah daerah (pemda) segera mengajukan formasi guru. Hal ini berkaitan dengan rencana pemerintah untuk melakukan rekrutmen sebanyak satu juta guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) pada 2021.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Iwan Syahril mengatakan, pemerintah telah menginformasikan rencana rekrutmen tersebut kepada seluruh pemerintah daerah. “Formasi guru diajukan daerah sesuai kebutuhan. Nantinya dapat diisi guru-guru honorer melalui proses seleksi ASN PPPK,” kata Iwan kepada Republika, Kamis (12/11).

Berdasarkan data terakhir yang diterima Kemendikbud, pemerintah daerah baru menyiapkan sekitar 200 ribu formasi guru. Jumlah ini dinilai Kemendikbud belum sama dengan kondisi yang ada di lapangan.

Ia mengatakan, kebutuhan guru setiap tahun selalu meningkat disebabkan beragam faktor. Selain karena guru yang pensiun, pembukaan sekolah baru, serta rekrutmen CPNS yang tidak seimbang juga menyebabkan kebutuhan terhadap guru terus bertambah.

Iwan menambahkan, Kemendikbud terus melakukan komunikasi secara intensif dengan kementerian dan lembaga terkait skema rekrutmen guru pada 2021. Koordinasi, antara lain, dilakukan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

“Kemendikbud terus melakukan komunikasi intensif dan koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk memperjuangkan guru honorer,” ujar Iwan menegaskan.

Pengangkatan guru honorer sebelumnya diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim saat melakukan kunjungan ke Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Rabu (11/11). Nadiem menyebut, Kemendikbud menyiapkan pengangkatan guru honorer menjadi PPPK hingga satu juta orang pada 2021. “Kapasitas formasinya cukup banyak untuk guru honorer sampai satu juta formasi,” kata Nadiem.

Dia menjelaskan, formasi PPPK tersebut berasal dari daerah. Namun, pemerintah daerah disebut baru menyiapkan sekira 200 ribu formasi. Padahal, kebutuhannya lebih dari jumlah tersebut. “Oleh karena itu, kami meminta agar daerah benar-benar menyiapkan berapa kebutuhannya. Kepala sekolah juga perlu mendorong kepala dinasnya, sampaikan berapa kebutuhannya,” ujarnya.

Kita memberikan kesempatan yang adil bagi semua guru honorer untuk bisa menjadi PPPK dengan seleksi yang adil, transparan

Dia menambahkan, hal itu merupakan kesempatan bagi guru honorer di daerah 3T agar bisa diangkat menjadi PPPK. Pengangkatan tersebut akan dimulai pada 2021 dengan mekanisme seleksi yang berkeadilan.

“2021 merupakan tahun pertama, kita memberikan kesempatan yang adil bagi semua guru honorer untuk bisa menjadi PPPK dengan seleksi yang adil, transparan,” tuturnya.

Dia berharap hal itu dapat menjadi kesempatan bagi guru honorer untuk bisa mengabdi sebagai PPPK. “Untuk guru-guru honorer yang sudah bergaji upah minimum regional (UMR), menahan diri dulu. Kita fokus membenahi kesejahteraan guru honorer yang masih digaji Rp 200 ribu, tetapi kerjanya sama dengan yang digaji UMR dan PNS,” ujarnya.

Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) DKI Jakarta Nurbaiti menyambut rencana Kemendikbud untuk melakukan rekrutmen satu juta guru honorer menjadi PPPK. Nurbaiti berharap Kemendikbud konsisten dan berkomitmen atas rencana tersebut.

“Ini merupakan gebrakan Pak Menteri pada akhir tahun mungkin. Sebagai kado menyambut ulang tahun guru. Mudah-mudahan Pak Menteri dengan statement-nya itu konsisten, dan memang benar-benar mengangkat guru yang dibutuhkan,” kata Nurbaiti kepada Republika, kemarin.

Ia berharap Kemendikbud juga memperhitungkan guru dan tenaga pendidikan yang sudah lama mengabdi, tetapi belum juga menjadi aparatur sipil negara (ASN). Menurut dia, tidak adil jika guru honorer yang sudah lama mengabdi harus bersaing dengan guru honorer yang baru lulus.

“Saran kami, pak menteri konsentrasi dulu ke K2. Jangan merembet-merembet. Saya pro (dengan kebijakan ini), tapi yang lebih diutamakan, ayo diselesaikan dulu tenaga pendidikan yang lama mengabdi,” ujar dia menegaskan.

Selain itu, Nurbaiti mendorong agar pemerintah terus melakukan sosialisasi sebanyak-banyaknya ke daerah terkait rekrutmen guru ini. Sebab, bisa jadi masih ada daerah yang belum mengumpulkan formasi kebutuhan guru karena informasi yang diterima tidak lengkap.

Nurbaiti mengatakan, sosialisasi harus dilakukan secara detail, termasuk mengenai skema yang akan digunakan dalam proses rekrutmen nantinya. Kemendikbud juga harus memastikan akurasi data yang berasal dari daerah.

“Mungkin ada yang tidak mengajar, tapi namanya didata. Ini kan harus ada pembuktian yang di lapangan itu. Intinya, jangan sampai teman-teman yang sudah lama mengabdi, guru-guru maupun tenaga kependidikan, mereka justru tidak terdata,” kata dia.

Sejumlah pemerintah daerah sebelumnya mendesak pemerintah pusat untuk melakukan untuk memenuhi kebutuhan guru. Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menyatakan, daerahnya kekurangan guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) mulai dari tingkat SD hingga SMP. Bahkan, Cianjur pada 2023 diperkirakan mengalami krisis guru berstatus PNS, di antaranya karena banyak yang pensiun dan juga meninggal dunia.

Sekretaris Disdik Cianjur Asep Saepurohman beberapa waktu lalu mengatakan, dari 16 ribu orang guru yang mengajar di tingkat SD dan SMP, hanya 6.000 orang yang berstatus PNS, sedangkan sisanya guru berstatus hononer yang sudah mengabdi lebih dari dua tahun.

“Melihat jumlah guru berstatus PNS dan honorer lebih banyak honorer karena hingga saat ini belum ada lagi pengangkatan guru honorer menjadi PNS. Bahkan, di sejumlah sekolah negeri hanya ada seorang guru PNS, tepatnya hanya kepala sekolah,” ujarnya.

Minimnya guru berstatus PNS tersebut membuat pihaknya kesulitan untuk melakukan berbagai upaya guna peninkatan mutu pendidikan di Cianjur karena jumlah guru PNS yang sangat sedikit. Ia menjelaskan, hingga saat ini, dari 10 ribu guru honorer yang ada, sebagian besar sudah mengabdi lebih dari dua tahun, bahkan yang terlama sudah mengabdi selama 21 tahun. Namun, hingga saat ini belum mendapat kejelasan kapan akan diangkat menjadi guru PNS.

Idealnya, kata dia, untuk jenjang SMP, ada satu orang guru PNS untuk satu mata pelajaran dan untuk SD seorang guru PNS untuk satu kelas. Dengan demikian, saat ini sebagian besar jumlah tersebut masih diisi guru berstatus honorer atau guru PNS merangkap wali kelas sekaligus tenaga pengajar.

Wakil Gubernur Jawa Barat UU Ruhzanul Ulum di Cianjur belum lama ini menyampaikan, kekurangan guru berstatus PNS tidak hanya dialami Cianjur, tetapi sebagian besar wilayah di Jabar, bahkan Indonesia.

Ia menyebutkan, guru Inpres yang diangkat pemerintah beberapa tahun lalu secara serentak, kini sudah memasuki masa pensiun.

Ini mengakibatkan banyak sekolah negeri di Jabar kekurangan guru berstatus PNS.

“Ini mengakibatkan banyak sekolah negeri di Jabar kekurangan guru berstatus PNS. Pengangkatan serentak membuat kekurangan yang serentak pula karena sebagian besar mereka yang berstatus PNS sudah mulai pension, sementara pengangkatan baru sudah lama tidak dilakukan,” katanya.

Untuk mencari solusi terkait kekurangan tersebut, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk segera melakukan pengangkatan PNS bidang keguruan dan kejuruan. Selain itu, ia berharap ada perekrutan formasi PNS lainnya, seperti tenaga ahli dan kedokteran serta medis berstatus PNS yang kekurangannya diperkirakan mencapai 40 persen.

 

Sumber : republika.co.id

LEAVE A REPLY