Tahanan Kabur Massal, Sistem Penjara Dinilai Harus Reformasi Total

0
Petugas Kepolsian menangkap dua tahanan yang kabur dari Rutan Sialang Bungkuk Kelas 2B Pekanbaru, Riau, Jumat (5/5)./ Sumber foto : Antara/Rony Muharrman

PEKANBARU, Pelita.Online – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Riau, Erdianto Effendi, menyarankan pemerintah segera melakukan reformasi total terhadap sistem pemenjaraan bagi warga binaan di Tanah Air.

“Reformasi total sistem pemenjaraan ini dibutuhkan untuk menekan kasus pelarian napi sekaligus memanusiakan warga binaan tersebut,” kata Erdianto di Pekanbaru, Senin (8/5).

Saran tersebut disampaikannya terkait kaburnya 448 napi dari Rumah Tahanan Negara Kelas II B, Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Riau pada Jumat (5/5). Menurut dia, masih jamak di Indonesia jika tahanan di tempatkan di Rutan, juga dititipkan di Lapas. Begitu juga sebaliknya, narapidana dititipkan di Lapas, dengan alasan sangat klasik yakni over kapasitas.

Kelebihan kapasitas, kata Erdianto, adalah masalah yang sudah diketahui semua pihak tetapi tidak ada upaya yang serius untuk mengatasinya, sementara pembuat UU latah menjadikan sanksi pidana sebagai sanksi “primadona”. “Hampir semua UU memuat sanksi pidana seolah semua persoalan dapat diselesaikan dengan penerapan pidana,” katanya. Oleh karena itu, dengan kejadian tahanan kabur, ia menilai seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah untuk mereformasi total sistem pemenjaraan.

Ia menyebutkan, reformasi ideal itu meliputi pertama, segera anggarkan pembangunan lapas dan rutan baru di seluruh Indonesia, dan memanusiakan manusia. “Sebab tidak semua narapidana jahat karena ada kemungkinan kekeliruan dalam proses peradilannya,” katanya. Jika benar mereka salah, katanya lagi, tetap ada andil dan tanggungjawab negara sehingga mereka “terpaksa” menjadi penjahat.

Bagi mereka yang masih berstatus tahanan, katanya, sedapat mungkin tidak ditahan. Sebab masih ada alternatif lain yaitu tahanan rumah dan tahanan kota. Sedangkan sifat dari kebijakan penahanan itu sendiri, adalah kewenangan, dan bukan tugas. Kewenangan berarti penegak hukum tidak harus menggunakan haknya untuk menahan.

Kedua, sarannya lagi masih dalam ide reformasi pemenjaraan, yakni pemerintah perlu segera membangun Lapas khusus berdasarkan jenis kejahatan sebab Lapas adalah tempat pembinaan, bukan tempat pembuangan, sehingga perlakuan terhadap nara pidana harus dilakukan berdasarkan jenis kejahatannya.
“Orang sakit saja ada rumah sakit khusus, orang sekolah pun ada sekolah kejuruan,” katanya mengibaratkan.

Ketiga, segera tetapkan alternatif pidana bukan sekadar pemenjaraan tetapi ada pidana lain seperti pidana kerja sosial atau pengakuan pidana menurut adat setempat. “Tidak semua kejahatan harus berakhir dengan penjara,” katanya. Reformasi sistem pemenjaraan, kata dia, juga termasuk pihak-pihak terkait yang terlibat pungli harus diminta pertanggungjawaban, mulai pertanggungjawaban moral, pertanggungjawaban administratif hingga pidana jika terbukti ada pungli di Rutan.

Republika.co.id

LEAVE A REPLY