Taliban Menjanjikan Kedamaian, Tetapi Keraguan dan Ketakutan Tetap Ada

0

Pelita.Online – Untuk pertama kalinya sejak merebut kembali kekuasaan di Afghanistan, para pemimpin Taliban pada Selasa menggambarkan akan seperti apa kekuasaan mereka di negara tersebut nantinya, tidak seperti sejarah masa lalu mereka yang penuh penindasan dan kekerasan.

“Kami tidak ingin lagi Afghanistan menjadi medan pertempuran – dari hari ini seterusnya, perang telah berakhir,” jelas kepala juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, dalam konferensi pers di Kabul, dikutip dari The New York Times, Kamis (19/8).

Mujahid, salah satu pimpinan tinggi kelompok ini, mengatakan Taliban telah mengumumkan pemberian amnesti, berjanji tidak melakukan pembalasan terhadap bekas musuh-musuh mereka. Kelompok ini di beberapa tempat juga meminta PNS, termasuk perempuan, untuk kembali bekerja.

Kata-kata yang dilontarkan Mujahid sepintas menggambarkan keinginan Taliban untuk bergabung dengan komunitas internasional arus utama.

Tapi banyak negara yang mewaspadai pernyataan tersebut. Setelah merebut Afghanistan pada 1996, Taliban menerapkan interpretasi hukum Islam yang keras dengan memberlakukan hukuman rajam, cambuk, dan melakukan eksekusi massal.

Banyak warga Afghanistan yang juga tidak yakin dengan wajah baru yang ditunjukkan Taliban, termasuk janjinya untuk memberlakukan pluralisme politik dan menegakkan hak-hak minoritas dan perempuan.

Ribuan warga Afghanistan yang ketakutan Taliban kembali berkuasa berusaha melarikan diri, bergerombol memadati bandara Kabul, berharap mendapat penerbangan agar bisa keluar dari negara mereka. Taliban mengatakan pejuangnya melakukan tindakan untuk mengembalikan ketertiban masyarakat, tapi di beberapa tempat, mereka justru menimbulkan ketakutan.

Sekjen PBB mengatakan telah menerima sejumlah laporan pembatasan HAM yang parah di seluruh Afghanistan sejak Taliban mulai mengambil alih negara. Ada puluhan jurnalis Afghanistan, termasuk perempuan, dan para profesional, menjadi target kekerasan Taliban dan militan lainnya.

Dalam konferensi pers Selasa, para wartawan secara langsung menguji janji Mujahid.

“Menurut Anda apakah rakyat Afghanistan akan memaafkan Anda?” tanya seorang wartawan, menekankan kampanye panjang pengeboman dan serangan Taliban yang telah menelan puluhan ribu korban jiwa dari warga sipil.

Seorang wartawan lainnya mengatakan Mujahid duduk di tempat yang sama dengan yang juru bicara pemerintah yang dibunuh Taliban.

Mujahid merespons dengan sabar, mengatakan kematian warga sipil sangat disayangkan, tapi hal itu merupakan bagian peperangan.

“Keluarga kami juga menderita,” ujarnya.

Negosiasi pemerintahan baru

Taliban meminta warga Afghanistan tidak meninggalkan negaranya, mengatakan tidak ada yang perlu ditakutkan. Tapi ribuan orang memenuhi bandara Kabul, berharap mendapat penerbangan, hanya dua hari setelah Presiden Ashraf Ghani meninggalkan negara tersebut dan Taliban memasuki kota itu.

Dalam kekacauan di bandara, pasukan AS menembak dan membunuh sedikitnya dua orang pada Senin dan beberapa orang lainnya tewas setelah terjatuh dari pesawat militer AS yang berusaha mereka naiki saat sedang lepas landas.

Sementara tentara Amerika menguasai sebagian besar bandara, Taliban menguasai jalan-jalan menuju bandara, dan menghentikan orang-orang yang berusaha menuju bandara.

Kedutaan AS merilis sebuah pernyataan meminta warga negara Amerika yang ingin meninggalkan Afghanistan agar segera menuju bandara, namun menambahkan pemerintah Amerika tidak bisa menjamin keamanan mereka saat menuju bandara.

Taliban nampaknya memiliki posisi yang lebih kuat saat ini daripada ketika mereka berkuasa pada 1996-2001. Mereka berjuang membasmi faksi-faksi oposisi yang kuat yang menguasai kantong-kantong negara.

Mujahid mengatakan, para pemimpin Taliban termasuk Amir Khan Muttaqi, mantan menteri informasi, sedang melakukan perundingan membahas pemerintahan baru dengan tokoh yang pernah menjadi musuhnya, seperti mantan presiden yang didukung AS, Hamid Karzai. Mujahid tidak memberikan petunjuk terkait seperti apa pemerintahan nantinya, hanya mengatakan “beri kami waktu.”

Keterlibatan Karzai dan Abdullah Abdullah, mantan kepala eksekutif pemerintah, yang dikenal oleh para pemimpin dunia, dapat memberikan legitimasi pada kesepakatan apa pun. Mujahid mengatakan Taliban menginginkan hubungan persahabatan dengan dunia, termasuk AS.

“Jika Taliban menginginkan pemerintahan sepihak, mereka pasti sudah mendeklarasikan Negara (Emirat) Islam Afghanistan kemarin di istana kepresidenan,” kata mantan menteri Taliban, Maulvi Qalamuddin.

“Mereka seharusnya telah mengumumkan kabinet mereka. Tapi kan tidak, faktanya mereka sedang menunggu ini.”

Wali Kota Kabul, Muhammad Daoud Sultanzoy, mengatakan dalam sebuah pesan video, Taliban mengizinkannya tetap menjabat, setidaknya untuk saat ini – dan menteri kesehatan, Wahid Majroh, juga tetap pada jabatannya.

Tetapi setidaknya ada satu upaya untuk membuka perlawanan terhadap Taliban. Amrullah Saleh, wakil presiden pemerintah yang digulingkan, mengatakan dia akan melakukan upaya perlawanan di Panjshir, sebuah provinsi di wilayah utara Afghanistan.

Larang penjarahan

Kepala intelijen Taliban untuk Kabul meminta para penjarah tidak beraksi karena kelompoknya mengawasi dan akan menangkap mereka yang melakukan penjarah.

Panglima militer Taliban, Muhammad Yaqoub, memperingatkan dalam pesan audio yang dirilis di media sosial, siapa pun yang tertangkap menjarah akan ditangkap dan mengatakan pencurian properti pemerintah adalah pengkhianatan terhadap negara.

“Tidak ada izin untuk menjarah mobil atau rumah dari seseorang atau apa pun,” kata Yaqoub, putra pendiri Taliban, Mohammed Omar.

Tapi ada laporan pelanggaran, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang janji Taliban yang baru ini. Mujahid mengatakan pelanggaran sulit ditegakkan selama transisi yang bergejolak. Dia mengatakan pejuang Taliban telah diminta agar tidak memasuki Kabul sampai transisi politik yang tertib terlaksana.

Pada Selasa, orang-orang bersenjata, tampaknya pejuang Taliban, tersebar di Kabul, mengendarai sepeda motor dan di Humvee yang disita dari pasukan keamanan. Beberapa mengarahkan lalu lintas dan ada juga yang mengunjungi rumah pejabat pemerintah, menyita harta benda dan kendaraan.

Di wilayah yang direbut Taliban beberapa pekan lalu, PNS yang ketakutan diancam dengan hukuman jika tidak kembali bekerja.

PBB telah melaporkan komandan Taliban lokal menutup sekolah anak perempuan dan melarang perempuan meninggalkan rumah sendirian. Namun di tempat lain ada laporan tentang pejabat Taliban setempat yang mendorong perempuan untuk kembali bekerja, dan meminta sekolah beroperasi kembali. Pada kekuasaan sebelumnya, Taliban melarang perempuan dan anak perempuan sekolah dan melarang perempuan bekerja. Hal ini masih menjadi salah satu hal yang paling ditakutkan baik oleh warga maupun aktivis HAM internasional, bahwa Taliban akan kembali memberlakukan larangan tersebut.

“Tidak akan ada kekerasan terhadap perempuan, tidak ada prasangka terhadap perempuan,” kata Mujahi.

Tapi jaminannya tidak jelas. Perempuan, katanya, akan diizinkan untuk bekerja dan belajar “dalam batas-batas hukum Islam.”

Demikian pula, dia mengatakan Taliban wajah baru membutuhkan dan menginginkan pers yang bebas dan independen, yang tidak pernah ditoleransi oleh Taliban lama – selama pers menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan nasional.

sumber : merdeka.com

LEAVE A REPLY