UMKM Papua Bisa Fokus pada Komoditas Unggulan

0

Pelita.online –  Pandemi Covid-19 memberikan pembelajaran bahwa dalam pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ke depan harus berbasis kearifan lokal dan menghubungkan UMKM ke dalam ekosistem digital.

Hal itu dikatakan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pada acara Talkshow Virtual “Festival Bajual Digital Papua 2020” bertema Mengangkat Potensi Kearifan Lokal Menjadi Komoditas Global, Kamis (26/11). “UMKM Papua diharapkan dapat menghasilkan produk lokal dengan nilai tambah dan ekonomis tinggi,” tandas Teten.

Menurut Teten, kekayaan alam khususnya migas akan habis. Tetapi, kekayaan alam seperti pertanian, perkebunan, dan perikanan, dapat bernilai tambah dan ekonomis tinggi.

“Papua merupakan penghasil sagu terbaik dan terkenal memiliki keunggulan kadar gula yang rendah yang bisa menjadi nilai tambah,” ucap Teten.

Teten berharap, UMKM Papua bisa fokus kepada komoditas unggul yang memiliki pangsa pasar tersendiri. Misalnya, rempah-rempah (cengkeh, pala, vanilla), kelor, nilam. Termasuk esenssial oil massoia atau masoi yang bernilai tinggi bisa mencapai Rp10 juta perkilogram dan merupakan bahan baku salah satu parfum terkenal, gaharu, cendana, dan lain-lain.

“Belum lagi potensi ikannya, seperti ikan mas, tuna, kerapu, dan sebagainya. Ada juga kelapa, dan potensi pariwisata,” imbuh Teten.

Hanya saja, Teten berharap pengelolaan potensi-potensi tersebut harus berkelompok dalam skala ekonomis, dan dipercepat dengan digitalisasi, sesuai dengan arah kebijakan transformasi UMKM ke depan.

Diantaranya, transformasi ke sektor formal, hingga transformasi ke digital dan pemanfaatan teknologi. “97% wilayah Indonesia telah terhubung dengan internet, termasuk Papua,” kata Teten.

Catatan lain, tren ekonomi digital tumbuh positif, dimana 38% pengguna internet baru, 93% konsumen tetap memanfaatkan digital pasca pandemi dan rerata waktu online per harinya 4,3-4,7 jam/orang (Google, Temasek, BainResearch).

Bagi Teten, isu utama dalam mendorong UMKM go-digital adalah kapasitas usaha, kualitas produk, dan literasi digital. “Upaya pemerintah melalui pengembangan inkubasi bisnis UMKM yang terintegrasi dengan Perguruan Tinggi. Kolaborasi program dengan pilar pentahelix,” jelas Teten.

Selain itu, Teten juga akan mengoptimalkan agregator dan enabler dalam proses bisnis UMKM. “Enabler yang menghadirkan layanan untuk menyederhanakan proses bisnis yang ditempuh UMKM,” tukas Teten.

Sedangkan peran agregator adalah mengkonsolidasikan proses bisnis, seperti konsolidator produksi (factory sharing), rumah pengemasan bersama, dan lain-lain.

“UMKM kita juga harus bertransformasi ke rantai nilai (value chain) berdasarkan klaster, kawasan dan komoditi unggulan,” kata Teten. Apalagi, rasio partisipasi rantai pasok global UKM Indonesia masih rendah 4,1% (ADB Institute,2020).

Salah satunya dengan program korporatisasi petani/nelayan. Sirkuit ekonomi melalui kelembagaan koperasi, usaha skala kecil-kecil secara kolektif menjadi skala bisnis/ekonomis, integrasi hulu ke hilir baik pembiayaan, sampai dengan akses pasar melibatkan K/L terkait, BUMN, BUMD, maupun swasta. “Piloting ada di komoditas ikan, garam, kelapa sawit, beras, dan lain-lain,” kata Teten.

Untuk mewujudkan itu, Teten menegaskan bahwa pemerintah membutuhkan kolaborasi stakeholders dalam pengembangan UMKM dan koperasi di daerah. Salah satunya adalah dengan Perwakilan Bank Indonesia di seluruh Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan BI Provinsi Papua Naek Tigor Sinaga mengatakan, pandemi Covid-19 berdampak pada penurunan omzet pelaku UMKM hingga 84%. “UMKM harus mampu berpikir kreatif untuk bertahan hingga tetap eksis,” kata Naek.

Salah satunya, dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai strategi UMKM di era digital seperti sekarang ini. “Dengan memasuki digitalisasi ekonomi, tentu saja akan melahirkan efisiensi usaha dan perluasan pasar,” pungkas Naek.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY