Update Gunung Merapi: Tebing Lava Tahun 1954 Terlihat Berguguran

0

Pelita.online – Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menaikkan status Gunung Merapi dari status waspada (level II) ke status siaga (level III). Penetapan naiknya status Gunung Merapi menjadi siaga ini dilakukan pada 5 November 2020 lalu.

Sejak ditetapkan berstatus siaga, BPPTKG Yogyakarta terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Dari hasil pemantauan, BPPTKG menilai aktivitas kegempaan di Gunung Merapi masih cukup tinggi.

Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida menyebut bahwa kondisi aktivitas kegempaan Gunung Merapi saat ini didominasi oleh kegempaan dangkal. Kondisi ini, kata Hanik, membuat ketidakstabilan pada material lama di puncak Gunung Merapi.

Hanik mengungkapkan akibat aktivitas kegempaan ini, pada Minggu, 22 November 2020 terjadi guguran tebing lava lama yang ada di puncak Gunung Merapi. Guguran tebing lava ini terpantau dari CCTV pengamatan Gunung Merapi yang dipasang di Deles pada pukul 06.50 WIB.

“Guguran tersebut merupakan guguran dari tebing lava 1954 yang berada di dinding kawah utara. Material jatuh ke dalam kawah dan hingga saat ini tidak berpengaruh pada aktivitas Gunung Merapi,” ujar Hanik dalam keterangan tertulisnya, Senin, 23 November 2020.

Hanik menambahkan bahwa peristiwa terjadinya guguran dari tebing lava erupsi Gunung Merapi tahun 1954 ini adalah peristiwa yang biasa. Hanik pun meminta agar masyarakat tak perlu panik atas peristiwa itu.

“Guguran seperti ini merupakan kejadian yang biasa terjadi pada saat Gunung Merapi mengalami kenaikan aktivitas menjelang erupsi. Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan mematuhi rekomendasi dari BPPTKG serta arahan dari BPBD dan pemerintah daerah setempat,” ujar Hanik.

Sebelumnya, BPPTKG Yogyakarta juga merilis laporan pemantauan Gunung Merapi pada periode 13-19 November 2020. Dari data pemantauan itu, BPPTKG Yogyakarta menemukan adanya perubahan morfologi kubah lava dan dinding kawah Gunung Merapi.

“Analisis morfologi area kawah berdasarkan foto dari sektor tenggara tanggal 19 November terhadap tanggal 11 November 2020 menunjukkan adanya perubahan morfologi kubah, yaitu runtuhnya sebagian kubah lava 2018,” ujar Hanik.

“Sedangkan berdasarkan analisis foto drone tanggal 16 November 2020, teramati adanya perubahan morfologi dinding kawah akibat runtuhnya lava lama, terutama Lava 1997 (Selatan), Lava 1998, Lava 1888 (Barat) dan Lava 1954 (Utara),” kata Hanik.

Untuk itu, lanjut Hanik, meski ada perubahan morfologi kubah lava namun pengamatan BPPTKG Yogyakarta hingga saat ini belum teramati adanya kubah lava baru. Sementara untuk perhitungan volume kubah lava, sambung Hanik, berdasarkan foto drone tersebut sebesar 200.000 meter persegi.

 

Sumber : viva.co.id

LEAVE A REPLY