30 September 1960: Pidato Bung Karno pada Sidang Umum PBB Gemparkan Dunia

0

Pelita.Online – Soekarno atau akrab disapa Bung Karno membuat gempar dunia pada Sidang Umum PBB 30 September 1960. Ia menyampaikan pidato yang berjudul ‘To Build the World A New atau Membangun Dunia Kembali’

Bung Karno mengatakan “Adalah jelas, semua masalah besar di dunia kita ini saling berkaitan. Kolonialisme berkaitan dengan keamanan; keamanan juga berkaitan dengan masalah perdamaian dan pelucutan senjata; sementara pelucutan senjata berkaitan pula dengan kemajuan perdamaian di negara-negara belum berkembang,” kata Bung Karno.

Dalam pidatonya tersebut, Bung Karno berusaha mengajak negara-negara anggota PBB untuk turut serta dalam memperjuangkan nasib negara di Asia Afrika.

Dikutip dari Buku Bung Karno Sang Nasionalis Sejati karya Usman Hadi, pidato Soekarno tersebut merupakan kristalisasi pikirannya yang menganggap PBB tidak representatif terhadap kondişi bangsa-bangsa pada waktu itu.

Pasalnya, PBB didirikan sebelum bangsa-bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin belum banyak yang merdeka. Sementara pasca perang dunia kedua, telah banyak negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang baru merdeka.

Dengan semakin banyaknya negara-negara yang merdeka, maka struktur PBB yang didominasi kekuatan Barat oleh Soekarno dianggap tidak lagi ideal. Sudah seharusnya PBB mengakomodir lebih jauh partisipasi negara-negara dunia ketiga yang banyak muncul tersebut.

Selain kecaman terhadap struktur PBB, pada kesempatan itu Soekarno juga secara lantang memperkenalkan konsep Pancasila di depan para petinggi bangsa-bangsa dunia, Soekarno dengan yakin dan berbangga dengan konsep Pancasila yang dibangun sendiri dari nilai-nilal luhur bangsa Indonesia.

Soekarno sewaktu menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB ini tidak segan mengutuk segala bentuk penjajahan, kołonialisme, dan imperialisme.

Soekarno mengingatkan bahwa karena imprealisme negara-negara di Asia dan Afrika menderita dan terjajah. Sudah waktunya imprealisme hancur dan digantikan dengan nasionalisme. Bukti nyata imprealisme tidak lagi bernyali yakni munculnya negara-negara baru di Asia maupun Afrika bahkan Amerika Latin yang berhasil melawan imprealisme dengan semangat nasionalisme.

Tentu apa yang diutarakan Soekarno dalam Sidang Umum PBB ini mencengangkan semua kalangan. Sebagai seorang pemimpin negara muda, Soekarno dengan lantang mengkritik negara-negara yang telah mapan.

Soekarno tidak pandang bulu terhadap negara manapun. Bung Karno melucuti kolonialisme di negara imprealis. Salah satu ungkapan  yang sangat terkenal dari Soekarno, “Amerika kita setrika! Inggris kita linggis! Go to hell with your aid!”

Ungkapan ini melukiskan bahwa Soekarno tidak gentar sedikitpun terhadap kekuatan yang lebih dulu mapan dan kuat.

Yudi Latif pada buku Mata Air Keteladanan Pancasila dalam Perbuatan, menjelaskan Bung Karno turut menyangkal pendapat seorang filosof Inggris, Bertrand Russel, yang membagi dunia ke dalam dua poros ajaran.

“Maafkan, Lord Russell. Saya kira Tuan melupakan adanya lebih daripada seribu juta rakyat, rakyat Asia dan Afrika, dan mungkin pula rakyat-rakyat Amerika Latin, yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence.”

Selanjutnya, Bung Karno katakan bahwa Indonesia tidak dipimpin oleh kedua paham itu; tidak mengikuti konsep liberal maupun komunis.

Bangsa Asia Harus Unjuk Diri

Pernyataan ini merupakan cikal bakal pandangan Bung Karno bahwa dunia terbelah menjadi dua yakni the New Emerging Forces and the Old Established Forces. Gagasan ini kemudian merambah ke dalam gagasan Bung Karno menyangkut olahraga.

Buku Drama Itu Bernama Sepak Bola yang ditulis Arief Natakusumah menerangkan saking seriusnya merancang olahraga dan sepak bola sebagai kekuatan nasional dan pembangunan karakter bangsa, Soekarno menunjuk R. Maladi, eks kiper nasional terkenal, sebagai ketua KOGOR (Komando Gerakan Olahraga yang bertugas menyiapkan Asian Games IV di Jakarta. Di bawah perintah Soekarno, kompleks olahraga (Bung Karno Sport Complex) dibangun dari kredit lunak Uni Soviet.

Menurut tulisan “Metamorfosis Gelora Bung Karno” (Kompas, 26 Mei 2006), pemancangan tiang pertama kompleks itu dilakukan oleh Soekamo sendiri pada 8 Februari 1960.

Kemudian, satu demi satu sarana olahraga itu pun terwujud. Istana Olah Raga (Istora) selesai dibangun pada 21 Mei 1961, Stadion Renang Stadion Madya, dan dan Stadion Tenis (Desember 1961), Gedung Basket (Juni 1962), serta Stadion Utama (21 Juli 1962).

Pidato “membangun dunia baru” di New York pada 1960 itu seolah-olah menjadi proklamasi kedua yang diucapkannya, namun kali ini untuk negara-negara dunia ketiga dan bangsa-bangsa Asia.

“Bangsa-bangsa Asia harus unjuk diri bahwa mereka juga bisa melakukan sesuatu yang besar seperti yang dilakukan belahan dunia lainnya,” timpal Soekarno seperti ditulis di majalah Time.

sumber : liputan6.com

LEAVE A REPLY