Ancaman Kejahatan Siber di Indonesia Terus Meningkat

0

Pelita.online – Kejahatan di dunia siber hingga saat ini masih menjadi salah satu ancaman serius bagi Indonesia. Setiap tahun, selalu terjadi peningkatan kasus serangan siber. Mulai dari peningkatan serangan phising (pengelabuan), serangan malware, spams hingga ransomware yang cukup signifikan.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine menjelaskan, selama ini peraturan yang berkaitan dengan keamanan siber di Indonesia telah membagi tanggung jawab ke beberapa kementerian. Hal ini terjadi karena hingga saat ini Indonesia belum memiliki payung hukum soal keamanan siber.

Kondisi ini dinilai tidak cukup efektif dalam mencegah ancaman dan kejahatan siber. Indonesia membutuhkan sebuah peraturan yang komprehensif secara komprehensif untuk meningkatkan keamanan siber.

“RUU Keamanan Siber sebelumnya sudah dibahas dan sangat diperlukan. Namun prosesnya tidak melibatkan stakeholder lain seperti pihak swasta,” kata Pingkan dalam webinar Seri Ekonomi Digital “Apakah Keamanan Siber di Indonesia Sudah Didukung Payung Hukum yang Memadai?” di Jakarta, Selasa (20/4/2021).

Akibat prosesnya tidak melibatkan stakeholder lainnya, maka RUU Keamanan Siber justru mengandung aturan yang menyulitkan dan merugikan pengusaha. Misalnya terkait adanya kewajiban sertifikasi, akreditasi, dan persetujuan dari BSSN untuk mengembangkan layanan dan produk.

Selain itu, persyaratan kandungan lokal juga menambah risiko keamanan siber Indonesia. RUU Keamanan Siber sempat menuai dikritik keras dan kemudian dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (prolegnas) Prioritas 2020 dan 2021.

Menurut Pingkan, melibatkan pemangku kepentingan terkait dalam proses pembuatan kebijakan merupakan sebuah langkah yang penting. Pemerintah bisa memilih untuk menggunakan pendekatan multi-stakeholder melalui dialog pemerintah-swasta atau public-private dialogue (PPD) untuk membahas isu kebijakan yang problematik.

Pada 2019, BSSN telah melaporkan adanya 290 juta kasus serangan siber. Jumlah tersebut 25% lebih banyak jika dibandingkan tahun sebelumnya ketika kejahatan siber yang menyebabkan kerugian sebesar US$ 34,2 miliar di Indonesia.

Sama halnya dengan Bareskrim yang melihat adanya peningkatan laporan kejahatan siber. Pada 2019, ada sebanyak 4.586 laporan polisi diajukan melalui patroli siber. Jumlah itu bertambah dari yang sebelumnya sekitar 4.360 laporan pada 2018.

Juru bicara BSSN Anton Setiyawan mengaku pihaknya bersyukur selama ini sudah ada kesadaran untuk membangun regulasi keamanan siber. Semua semata-mata untuk mengatur seluruh ruang Siber di Indonesia.

“Inisiatif (pembahasan RUU Keamanan Siber) ini muncul dari DPR, proses sempat berjalan. Ada proses yang belum lengkap,” kata Anton.

Adanya kritik terkait pembahasan RUU Keamanan Siber yang dilakukan sangat tertutup, BSSN pun menyadarinya. Menurut Anton, pihaknya berjanji akan terus menjalin komunikasi dengan DPR agar pembahasan RUU tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya.

“Pembahasan yang lebih terbuka tentunya menjadi catatan bagi BSSN. Kita komunikasikan lagi dengan DPR, karena materi dasarnya sebenarnya sudah ada,” ucap Anton.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY