Cerita Anies Bangun Budaya Antikorupsi di Lingkungan Pemprov DKI

0
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, menjawab pertanyaann wartawan usai keluar dari ruang pemeriksaan setelah dimintai klarifikasi oleh polisi terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan di acara pernikahan putri petinggi Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat, akhir pekan lalu di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/11/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku dicecar 33 pertanyaan terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam acara yang digelar Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta Pusat. Anies menjalani pemeriksaan hampir 10 jam di Polda Metro Jaya, Selasa (17/11). SP/Joanito De Saojoao.

Pelita.online – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menceritakan bagaimana dirinya membangun budaya antikorupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ketika awal menjabat sebagai orang nomor satu Jakarta. Anies mengaku, budaya antikorupsi tersebut belum terlihat ketika dirinya mulai berkantor di Balai Kota DKI Jakarta.

“Waktu saya mulai bekerja di sini (menjadi gubernur dan berkantor di Balai Kota), saya temukan tidak ada kesepakatan atas nilai yang mau dilaksanakan secara kolektif itu sebagai budaya,” ujar Anies saat memberikan sambutan secara daring dalam diskusi bertajuk “Membedah Praktik Korupsi Kepala Daerah”, Kamis (8/4/2021).

Menurut Anies, seorang pemimpin dalam pemerintahan harus menentukan budaya yang mau dibangun dalam organisasinya agar mencegah orang terlibat dalam praktik korupsi. Budaya antikorupsi, kata Anies, tidak otomatis muncul, tetapi harus diajarkan, didisiplinkan, dibiasakan, dan akhirnya menjadi budaya dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Apa itu budaya? Budaya adalah kebiasaan-kebiasaan yang dijalankan secara kolektif, secara terus-menerus, ketika seseorang di dalam pemerintahan maka dia harus menentukan budaya apa yang mau dibuat. Sebuah organisasi dalam pemerintahan harus memiliki satu kesepakatan budaya apa yang mau ditumbuhkan,” jelas dia.

Dengan cara berpikir seperti itu, Anies kemudian mengumpulkan seluruh jajaran Pemprov DKI Jakarta agar sama-sama merumuskan budaya yang disepakati untuk dijalankan bersama. Muncullah lima poin yang menjadi nilai sekaligus budaya di lingkungan Pemprov DKI, yakni integritas, akuntabel, kolaboratif, inovatif, dan berkeadilan.

“Integritas menjadi kata kunci nomor satu, integritas artinya bisa dipercaya, konsisten, berani menegakkan kebenaran. Lalu akuntabel, kolaboratif, inovatif dan berkeadilan. Ini kemudian diputuskan dalam sebuah surat keputusan, kemudian disebarkan,” ungkap Anies.

Anies menegaskan kelima nilai tersebut-lah yang menjadi pegangan jajaran Pemprov DKI Jakarta menjalankan roda pemerintahan. Kelima nilai tersebut perlu diajarkan terus-menerus melalui sosialisasi dan aktivitas lainnya, dibiasakan dan didisiplinkan sehingga akhirnya menjadi budaya bersama.

“Jadi, dilakukan proses pembiasaan, budaya tidak otomatis muncul dalam satu hari, kalau SK (surat keputusan) bisa muncul satu hari tetapi kalau budaya butuh kebiasaan. Harapannya ada rujukan nilai yang dipegang oleh semuanya,” tutur dia.

Anies mengatakan praktik-praktik korupsi mulai terbongkar seiring dengan adanya demokratisasi. Namun, dia menegaskan, demokratisasi tidak otomatis melahirkan tata kelola pemerintahan yang baik, tertib, dan bersih termasuk dari praktik korupsi. Menurut dia, tetap perlu langkah-langkah yang efektif untuk mencegah terjadinya korupsi di lingkungan pemerintahan.

“Kita tidak bisa mengasumsikan bila terjadi demokratisasi maka otomatis terjadi tata kelola pemerintahan yang baik, yang bersih, yang jauh dari praktik korupsi. Itu tidak otomatis. Demokratisasi harus diperjuangkan, bebas korupsi pun harus diperjuangkan, bukan sesuatu yang langsung otomatis tiba-tiba,” pungkas Anies.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY