Cerita Marcell Siahaan Temukan Islam Sebagai Titik Berlabuh

0

Pelita.online – Masih kental di ingatan publik bagaimana sosok Marcell Siahaan dua kali pindah agama sebelum akhirnya memutuskan menjadi mualaf. Dalam pengakuannya, pengalaman spiritual sejak kecil yang membawa Marcell mampu menyeberangi ‘jembatan’ sebagai Mualaf.

‘’Gua lebih suka kata ‘jembatan’ sebetulnya. Jadi kita masing-masing sedang mencari jembatan agar bisa berkomunikasi dengan sang khaliq yang maha kuasa,’’ tutur Marcell saat berbincang dengan Daniel Mananta di kanal YouTubenya.

Dia bercerita, sejak kecil saat dirinya mengaku agnostik, memang kerap kali menonton berbagai acara mimbar agama di TVRI. Tontonan itu, yang kemudian memberikannya fragmen Katolik hingga Islam dan berbagai agama lainnya.

Tak hanya itu, acara musabaqah tilawatil quran ia akui juga menjadi acara yang menginspirasinya karena membawakan berbagai ayat dengan cantik dan indah.

‘’Dulu sering nonton itu. While at the same time, dulu suka juga mimbar agama lain kaya Budha,’’ ucap Marcell

Marcell menambahkan, waktu berselang, pemahaman Budha mulai menarik perhatiannya dan memutuskan untuk menjadi Buddhis. Pengalamannya itu pun semakin kentara ketika tokoh Mimbar Agama Budha yang kerap ditontonnya sejak kecil, menjadi orang yang menahbiskannya menjadi seorang Buddhis.

Kendati demikian, Marcell kembali memutuskan untuk pindah agama menjadi seorang Muslim. Menurut dia, alasannya sederhana, karena merasa nyaman, merasa senang dan yakin bahwa segala sesuatu harus ada titiknya.

‘’Walaupun ada yang baru, tapi pemahaman (agama sebelumnya) ngga ilang. Lu ngga bisa denied ‘Buddhism’ saat lu udah dapat itu,’’ jelas dia.

Lanjut Marcell, berlabuhnya menjadi seorang Muslim tidak didasarkan pada spiritual internal semata, melainkan juga eksternal. Dia berharap bisa menciptakan struktur untuk anak dan istri sebagai imam yang baik.

Dalam penjelasannya, Muslim dan berbagai ritual yang dijalani Islam bukanlah suatu hal yang asing bagi Marcell. Sejak kecil, dia mengaku sudah menjalankan ibadah puasa. Namun, layaknya anak kecil, Marcell hanya ikut sahur dan buka, terlepas di siang hari yang disebutnya tetap saja makan.

Proses perjalanan spiritual sejak kecil itu, yang ditafsirkannya sebagai jembatan dan akan selalu ada di dalam kehidupan. Utamanya, agar menemukan cara untuk bisa benar-benar khusyuk dan benar-benar intim dengan sang pencipta.

Keinginan itu, menurut Marcell, mulai terasa selama masa pandemi ini. Menurut dia, di saat-saat seperti ini dia secara khusus harus selalu dalam kondisi berserah dan ikhlas. Khususnya, yang sesuai dengan ajaran Islam di segala hal.

Dia menambahkan, keikhlasan saat ini memang menjadi prioritas yang diupayakannya. Meskipun, rasa ikhlas ia klaim telah ditanamkan sejak mencari kebenaran di kepercayaan sebelumnya.

‘’Di Buddhism itu ada mencari ketidakmelekatan, itukan keikhlasan, memberi, melayani dan itu memerlukan keikhlasan. Kalau ngga ikhlas lu ngga bisa membantu orang. Itu yang gua dapat dari puzzle-puzzle selama hidup,’’ tuturnya.

Dengan sikap tersebut, kata Marcell, dirinya merasa menjadi orang yang komplit sebagai individu. Bahkan, selama kini mempelajari Islam, Marcell menegaskan masih dalam upaya mencari kesempurnaan rasa tersebut.

‘’Gua suka dengan sesuatu yang kenapa ini begini ya? kok ini suka banget dengan ini, ini kok benci banget dengan ini?. Karena gua ga mau menjadi orang yang takut akan sesuatu yang ga gua ngerti,’’ ujarnya.

Terlepas dari semua perjalanan itu semua, Marcell mengaku menjadi orang yang sangat berbeda dibandingkan saat menjadi agnostik dahulu. Menurutnya, rasa mencintai dan kagum terhadap sang khalik semakin besar saat ini. Allah SWT, kata Marcell, menjadi sesuatu yang maha kokoh dan paling bisa dicintai.

‘’Cantik dan agung, jalal dan jamal di saat yang sama,’’ ungkapnya.

 

Sumber : Republik.co.id

LEAVE A REPLY