Demi Mimpi dan Cita-cita, Gigih Melawan Leukemia

0

Pelita.online – Proses pengobatan kanker yang panjang tidak dapat dipungkiri turut berdampak pada pendidikan anak. Tak jarang anak yang harus terpaksa putus sekolah demi memenuhi setiap proses pengobatan di rumah sakit.
Nurul Aini Sofiani, seorang penyintas kanker leukemia, membagikan kisahnya ketika harus berhenti sekolah kala menjalani pengobatan kanker.

“Aku pertama didiagnosis umur 7 tahun, kenaikan kelas 3. Kebetulan lagi bulan Ramadhan 2011. Di situ lagi puasa, aku alhamdulillah puasa selalu full. Tapi aku berasa badan aku kok gak enak, kok timbul biru-biru di seluruh badan sampai muka. Disertai badan lemas, pusing, mual,” ucapnya ketika ditemui detikcom dalam peringatan Hari Kanker Anak Internasional 2023 #BeraniGundul di Central Park, Jakarta Barat, pada Minggu (26/2/2023).

Awalnya, ia dinyatakan mengidap kelainan darah thalasemia. Namun, setelah menjalani rangkaian pemeriksaan darah ulang dan sumsum tulang, Nurul atau yang akrab disapa Afifah didiagnosis dengan leukemia atau kanker darah. Afifah harus pindah ke Jakarta untuk menjalankan pengobatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

“Aku berhenti dulu sekolah selama masuk kelas 3 itu untuk ke RSCM,” ujarnya.

“Aku off sekolah dari kelas 3, 3-4 tahun aku off. Tapi aku di yayasan tetap ikut sekolah, jadi nilainya dikirim. tapi nilai aku jadi gak sesuai dengan anak-anak yang sekolah seperti biasa. Aku baru masuk ke sekolah biasa lagi pas kelas 6 akhir,” lanjut Afifah.

Kala itu, Afifah mengaku merasa takut tertinggal dari teman-temannya yang lain. Pasalnya, ia hanya bisa mengikuti masa-masa ujian saja dengan bantuan dari yayasan tempatnya singgah selama menjalani pengobatan di Jakarta.

“Takut nggak bisa mencapai target, takut gak bisa lanjut kayak teman-teman lainnya, nggak sepantaran, itu pasti ada,” tutur gadis yang kini berusia 19 tahun itu.

Proses pembelajaran di yayasan pun bukan hal yang mudah untuk dijalankan, apalagi dalam kondisinya yang sedang berjuang melawan leukemia.

“Namanya orang sakit ya, jadi kadang moodnya suka capek, tiba-tiba suka lemes, pusing, jadi gak bisa dipaksain. Kalau mau sekolah palingan paling lama 20 menit. Jadi yang penting bisa nyatet, udah ngerjain tugas yang disuruh gurunya, nah boleh balik lagi ke kamar,” jelas Afifah.

“Aku sehari bisa ngambil pelajaran yang cukup banyak, biar keburu (untuk mengejar ketertinggalan pelajaran). Aku kuat-kuatin. Jadi sebisa mungkin aku usahain 20 menit itu aku pakai benar-benar berharga waktunya itu,” lanjutnya.

Berkat kegigihannya, ia tetap bisa mempertahankan pendidikannya dan mengejar mimpinya hingga kini telah menjadi mahasiswa Hukum Tata Negara di salah satu universitas dalam negeri.

Afifah berpesan kepada setiap pengidap kanker anak di luar sana yang sedang berjuang.

“Punya mimpi yang besar, cita-cita yang tinggi, karena tidak ada hal yang tidak mungkin. Ciptakan kebahagiaan kamu sendiri dengan selalu bersyukur,” pesannya.

Sumber : detik.com

LEAVE A REPLY