Desain Perabot Dosen ITB dari Ampas Kotoran Sapi Diminati Luar Negeri

0

Pelita.online –  Dosen dari Program Studi Desain Produk Institut Teknologi Bandung (ITB) Adhi Nugraha dan timnya mengenalkan inovasi unik, yaitu aneka perabot rumah tangga berbahan baku ampas kotoran sapi. “Jadi ini selain mengatasi dampak lingkungan juga bernilai ekonomi pada masyarakat,” ujarnya, Jumat 3 Maret 2023.

Beberapa produk yang telah dibuat, seperti lampu meja, pelantang suara atau speaker, wadah penyimpanan, juga alas duduk pada kursi berbahan rotan. Rencananya, Adhi akan terus mengembangkan desain produk untuk dekorasi rumah, seperti lampu dan pot bunga. Kepala Pusat Penelitian Produk Budaya dan Lingkungan ITB itu dan timnya merintis riset pembuatannya sejak 2021.

Sebelumnya, ampas kotoran sapi itu ingin diolah menjadi batu bata dengan jumlah yang banyak. Namun setelah dikalkulasi, penambahan nilai ekonominya kecil. Dengan bahan yang sama jika dibuat produk untuk gaya hidup, kata Adhi, nilai ekonominya bisa berlipat jauh lebih tinggi.

Dia mengatakan, ada peran strategi desain untuk produk gaya hidup yang membuat orang berani membayar mahal. “Ketika kita bikin jadi lampu dengan desain yang unik dan keren, bisa terjual sampai Rp 2,5 juta,” ujarnya. Adapun pelantang suara bisa dibanderol seharga Rp 2 juta.

Produk berbahan baku limbah kotoran sapi yang dibersihkan dan ampasnya dikeringkan itu, pertama kali dipamerkan di suatu acara perhelatan desainer se-Asia Tenggara di Singapura pada November 2022. Alih-alih jijik, kata Adhi, pengunjung berdatangan untuk melihat, memegang, bahkan menciumnya. “Tekstur bahannya juga bikin orang penasaran,” kata dia.

Setelah pameran disertai pemaparan produk itu, pesanan berdatangan dari luar negeri, seperti Australia, Singapura, India, dan Amerika Serikat. Sebagian karyanya telah mengisi etalase sebuah galeri di Bali. Sambil melatih 20-an warga sekitar rumahnya di Lembang sejak Oktober 2022, hasil produksinya baru dijual secara eceran. “Kita nggak bisa langsung terima orderan mereka karena bisa bunuh diri, kita harus siap dulu,” ujarnya.

Kapasitas produksi dalam sebulan baru sekitar 50 unit dari berbagai jenis. Produk desainnya, menurut Adhi, sesuai konsep ditargetkan seluruhnya memakai bahan alami. “Kalau sulit dihindari, kita pakai sekecil mungkin bahan kimia,” ujarnya.

Rencananya, produksi karya itu selanjutnya akan dilakukan di rumah masing-masing warga yang telah terlatih dengan bentuk kelembagaan berupa koperasi. Taksirannya, dari sekarang, diperlukan waktu sekitar satu hingga dua tahun untuk bisa produksi secara massal. “Karena perlu melatih orang agar terampil dan mengadakan fasilitasnya dari nol,” ujarnya.

Adapun pendanaan risetnya yang dirintis sejak 2021 hingga sekarang, mendapat sokongan dari ITB dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Sumber : tempo.co

LEAVE A REPLY