Hari Puisi Nasional: Sejarah dan Sosok Penyair Chairil Anwar

0

Pelita.online – Hari Puisi Nasional diperingati setiap tanggal 28 April. Peringatan tersebut tak lepas dari sosok penyair terkenal asal Indonesia Chairil Anwar.

Tanggal 28 April ditetapkan untuk mengenang wafatnya Chairil Anwar pada 28 April 1949. Meski telah wafat, sosoknya melegenda karena melahirkan karya-karya ternama di kalangan penyair nasional.

Dilansir dari website Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, berikut sosok Chairil Anwar di balik Hari Puisi Nasional.

Perjalanan Chairil Anwar
Sosok di balik Hari Puisi Nasional tersebut diketahui lahir di Medan, Sumatera Utara pada 22 Juli 1922. Ayahnya adalah amtenar di masa Belanda dan sempat menjabat Bupati Rengat pada 1948.

Saat itu, Chairil Anwar yang menamatkan pendidikan SD di Medan, kemudian hijrah ke Jakarta bersama ibunya. Ayahnya kemudian menikah lagi dan memiliki 4 orang putri.

Chairil Anwar masuk ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Jakarta. Kemampuan bahasa Belanda, Jerman, dan Inggris yang dimilikinya menuntunnya mempelajari karya-karya sastra dunia.

Karir Menulis
Pria yang tanggal kematiannya diperingati sebagai Hari Puisi Nasional tersebut memulai karir sebagai redaktur majalah Gema Suasana pada Januari-Maret 1948. Tak berlangsung lama, Chairil Anwar alih bekerja sebagai redaktur Siasat dan mengasuh rubrik kebudayaan ‘Gelanggang’ bersama Asrul Sani, Ida Nasution, dan Rivai Apin.

Menurut istrinya, Hapsah, Chairil Anwar disebut selalu membiasakan diri untuk membaca sajak-sajak dari luar negeri sambil memahami artinya. Berkat hal tersebut, Chairil Anwar berhasil menerjemahkan sejumlah karya, seperti sajak The Raid karya John Steinbeck (Amerika) dengan judul ‘Kena Gempur’. Sajak Le Retour de l’enfant prodigue karya Andre’ Gide (Perancis) yang diterjemahkannya dengan judul ‘Pulanglah Dia Si Anak Hilang’.

Perkembangan Sastra di Indonesia
Pria yang kini selalu dikenang saat Hari Puisi Nasional turut berpengaruh dalam perkembangan sastra di Indonesia. Chairil Anwar berperan dalam pembaharuan puisi Nasional pada masa 1945.

Dalam buku ‘Pengarang Indonesia dan Dunianya’ (1983) HB Jassin mengatakan, apabila membaca sajak-sajak Chairil Anwar, ia merasa terpesona dan tidak bosan-bosannya.

“Setiap kali kita membacanya, pikiran kita mengembara jauh dan selalu kita menemukan sesuatu yang baru, atau sesuatu yang sebelumnya tidak kita lihat, atau kita lihat dengan mata yang lain dari sudut yang lain,” ujarnya.

Chairil Anwar Meninggal
Kondisi kesehatan Chairil Anwar terus menurun setelah bercerai dengan istrinya. Ia bahkan dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dan dinyatakan sakit tuberkulosis (TBC).

Chairil Anwar meninggal dunia pada 28 April 1949.

Karya Chairil Anwar
Berikut sederet karya-karya Chairil Anwar, yang hari kematiannya ditetapkan sebagai Hari Puisi Nasional:
1. Deru Campur Debu (1949), Penerbit Pembangunan, Opbuow, Jakarta.
2. Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus (1949), Pustaka Rakyat, Jakarta.
3. Aku Ini Binatang Jalang (1986) PT Gramedia, Jakarta.
4. Derai-derai Cemara (1998).
5. Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948) terjemahan karya Andre Gide.
6. Kena Gempur (1951) terjemahan dari karya John Steinbeck.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY