Inovasi versus Regulasi

0

Dalam beberapa hari terakhir, atmosfir dunia transportasi masal di Ibu Kota memanas. Ini setelah terjadi gesekan kepentingan antara moda transportasi publik konvensional dengan moda pendatang baru berbasis online. Pertentangan memuncak setelah ribuan sopir taxi konvensional melakukan aksi mogok sekaligus berunjuk-rasa. Mereka tidak terima kehadiran Uber Taksi, termasuk Go Jek dan sejenisnya yang beroperasi dengan menggunakan aplikasi internet.

Selain operasi moda aplikasi ini dinilai bodong alias tak berijin, keberadaannya sejak lama mengancam pendapatan mereka. Dampak dari aksi mogok ini jelas dialami publik atau pengguna moda ini secara langsung. Bukan itu, saja gesekan yang sudah menimbulkan bentrok secara fisik tersebut menjadi ancaman baru bagi ketertiban umum di Jakarta. Sebab, jika tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat, hal ini bisa mengarah pada potensi konflik horizontal yang eskalatif sifatnya. Kita ikut prihatin atas pertentangan ini. Sebab, mereka semua , baik yang pro maupun kontra adalah saudara sesama anak bangsa yang memiliki hak yang sama. Baik hak untuk mendapat pekerjaan yang layak, maupun hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif di mata hukum. Menurut hemat kita, perlu kearifan dalam memahami persoalan ini.

Tampaknya, tidak bisa dengan cara pandang hitam putih. Mengatakan bahwa taxi atau ojek aplikasi salah karena menyalahi peraturan yang ada misalnya, memang bisa saja disebut begitu. Tapi menyebut mereka salah total juga tidak bisa demikian. Sebab, selain moda ini sudah terlanjur menjamur, juga telah menjadi pilihan rasional dan efektif bagi publik. Lebih jauh dari itu, harus diakui bahwa moda aplikasi internet ini sebagai bentuk dari kreatifitas dan inovasi yang ternyata disambut positif masyarakat.

Tentu kita tidak bisa secara membabibuta memberangus inovasi yang sejatinya mendapat tempat terhormat di negeri ini. Sebagai regulator pemerintah harus turun tangan. Pola win-win solution harus dikedepankan. Semua harus jalan. Ada yang mengusulkan misalnya kendaraan yang digunakan transportasi umum berbasis aplikasi internet, pemilik atau pengemudinya harus bergabung membuat koperasi yang berbadan hukum. Ini, demi agar bisa mengajukan uji kelaikan keselamatan penumpang seperti yang diminta Undang Undang. Begitu pula, usul agar penyedia layanan aplikasi online diharuskan memiliki Badan Usaha Tetap.

Kita pandang ini solusi yang rasional.Atau, masih dibutuhkan tawaran solusi lainnya. Hanya yang perlu dicatat dari peristiwa ini, baik pemerintah terlebih perusahaan jasa transportasi konvensional, harus sadar bahwa perkembangan teknologi dan komunikasi telah mendorong para inovator bergerak lebih cepat. Bukankah esensi dari teknologi itu membuat sesuatu menjadi lebih mudah efektif dan lebih murah. Dan ternyata inovasi selalu diterima baik bagi publik modern yang selalu menginginkan kepraktisan.

Ini yang harus dicatat, mengutip dictum Charles Darwin yang selalu dikutip pakar pemasaran Renald Khasali bahwa, yang bertahan bukan yang kuat, melainkan yang bisa beradaptasi dengan perubahan. Dan dalam soal ini pertanyaan kita, apakah masyarakat dipersalahkan karena mereka kreatif dan menyukai inovasi atau justru sistem perencanaan, prilaku aparatur dan jangkauan regulasi hukum kita yang selalu “kuno” dan tertinggal? (esa)

LEAVE A REPLY