Jaksa Meminta Hakim MA Berikan Keadilan Bagi Laskar FPI Korban Pembunuhan di KM 50

0

Pelita.Online – Jaksa (JPU) kasus unlawful killing Laskar Front Pembela Islam (FPI) meminta hakim kasasi di Mahkamah Agung (MA), memberikan keadilan bagi para korban pembunuhan tersebut dengan menjatuhkan pidana terhadap dua terdakwa, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella. JPU Zet Todung Allo mengatakan, kasus KM 50 terlalu lama mengendap tanpa kepastian hukum, akibat kelambanan dalam memberikan keadilan terhadap keluarga korban.

“Demi keadilan, dan kebenaran, kasus pembunuhan (anggota) FPI itu, harus mendapatkan hukuman. Kami (JPU) berharap, hakim di Mahkamah Agung (MA) yang berwenang memeriksa perkara tersebut, mengabulkan permohonan kasasi kami,” ujar Todung saat dihubungi Republika, dari Jakarta, Selasa (31/8) malam.

Menurut dia, ada sejumlah kejanggalan dalam proses pemberkasan kasasi JPU. Hal tersebut, Todung mengatakan, terlihat dari pengajuan kasasi sorongan JPU, yang baru dilimpahkan dari PN Jaksel, ke MA, dalam waktu yang terlalu panjang.

Todung membuktikan tersebut, dari salinan surat resmi MA, kepada PN Jaksel, bertanggal 2 Agustus 2022. Dalam surat nomor 938/Panmud.Pid/938/VIII/2022/K/Pid itu, Todung mengatakan, berkas kasasi JPU baru masuk ke MA, per tanggal 29 Juli 2022.

Meskipun, kata Todung, dalam surat MA, kepada PN Jaksel tersebut, dituliskan pemberitahuan adanya kasasi, per tanggal 24 Mei 2022, dari PN Jaksel. Padahal, memori kasasi yang diajukan oleh JPU melalui PN Jaksel, kata Todung, pertanggal 22 Maret 2022.

“Jadi, kita (JPU) pertanyakan juga kenapa itu lama sekali,” kata Todung, pekan lalu.

Todung curiga, PN Jaksel, ataupun MA, baru memproses upaya hukum ajuan JPU tersebut, setelah kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J), yang melibatkan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka. Sebab dikatakan Todung, masif desakan publik yang menuding Irjen Sambo, juga turut terlibat dalam penghalang-halangan penyidikan di kasus KM 50.

Pun kata Todung, ada wacana dari Polri yang menyatakan, siap untuk membuka kembali kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di KM 50 itu. Pernyataan itu, disampaikan Kapolri Listyo Sigit Prabowo di Komisi III DPR RI, Rabu (24/8/2022), terkait dengan dugaan keterlibatan Irjen Sambo, dalam memanipulasi kejadian pembunuhan para pengawal Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab pada 2020 lalu.

“Dan kenapa, setelah ada kasus Sambo ini, PN (Jaksel), baru memberikan (berkas kasasi JPU), ke MA,” sambung Todung.

Humas PN Jaksel, Haruno membantah Todung. Menurut dia, tak ada kelambanan dalam pelimpahan berkas kasasi ke MA terkait kasus pembunuhan enam Laskar FPI tersebut.

Haruno pun membantah pelimpahan berkas kasasi terhadap putusan lepas dua terdakwa unlawful killing tersebut, dilakukan pada saat kasus yang mentersangkakan Irjen Sambo terkait pembunuhan berencana Brigadir J, mencuat ke publik.

“Pernyataan dari JPU itu, menurut kami tidak benar,” kata Haruno, kepada Republika, Selasa (30/8/2022) malam.

Haruno, mengacu pada runutan regsitrasi putusan, sampai pada pengajuan kasasi oleh JPU, ke MA via PN Jaksel. Menurut dia, menengok catatan di PN Jaksel, putusan yang melepaskan dua terdakwa pembunuhan di KM 50, atas nama Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella, ketok palu 18 Maret 2022.

Selanjutnya, kata Haruno, JPU resmi mengajukan kasasi, dua hari setelah putusan. Persisnya, 20 Maret 2022.

Dalam pengajuan kasasi tersebut, kata Haruno, pemberitahuan terhadap para terdakwa, resmi pada 11 Mei 2022. Selanjutnya, kata Haruno, sepekan selepas itu, pada 24 Mei 2022, tercatat PN Jaksel melakukan pengiriman berkas kasasi ajuan JPU, ke MA. Kata Haruno, menengok runutan tanggal tersebut, proses pengajuan kasasi, berjalan wajar.

“Secara administrasi, kita melihat itu, masih dalam proses yang sangat wajar. Sangat normal,” terang Haruno.

Menurut dia, dari rentetan tanggal proses upaya hukum JPU tersebut, pun menjawab curiga, yang menilai pengiriman berkas dari PN Jaksel, ke MA terkait pembunuhan para pengawal Habib Rizieq Shihab tersebut, berkelindan dengan kasus Irjen Sambo yang beriak di seluruh media belakangan.

“Kami (PN Jaksel), tidak ingin ada mengait-ngaitkan masalah ini, apakah ada kaitannya ke situ (kasus Irjen Sambo) atau tidak,” ujar Haruno.

Namun, kata Haruno, rangkaian tanggal pengajuan, dan administrasi proses kasasi dari JPU, terjadi jauh sebelum kasus pembunuhan Brigadir J mencuat. “Saya sampaikan tadi, berkasnya kita kirimkan ke Mahkamah Agung, itu pada bulan Mei 2022. Kan kasus yang terjadi dengan Sambo itu, baru terjadi pada bulan Juli 2022. Dua bulan jaraknya,” kata Haruno menerangkan.

Menurut dia, tudingan dari JPU tersebut, tak berdasar, dan hanya asumsi, atau perkiraan. “Saya rasa yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum itu tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Haruno.

Akan tetapi, meskipun berkas kasasi JPU atas kasus tersebut dilayangkan ke MA sejak Mei lalu, MA belum memberikan putusan apapun. Sebab Haruno mengatakan, PN Jaksel, belum menerima salinan putusan apapun menyangkut kasasi yang diajukan oleh tim JPU.

“Kalau prosesnya itu masih di MA. Kalau putusannya (kasasi) sudah ada, dari kita pasti akan sampaikan ke JPU, dan terdakwa,” terang Haruno.

Dalam kasus pembunuhan di luar proses hukum, atau unlawful killing, penyidik kepolisian menetapkan tiga orang tersangka. Tiga tersangka tersebut, adalah anggota Resmob Polda Metro Jaya.

Namun, hanya dua tersangka yang diajukan ke persidangan. Satu tersangka, yakni  Ipda Elwira Priadi, dinyatakan tewas akibat kecelakan sebelum diajukan ke persidangan.

Sementara dua tersangka lainnya, Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorella, diajukan sebagai terdakwa dan dituntut oleh jaksa selama 6 tahun penjara. JPU menggunakan Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana sebagai dasar sangkaan.

Tetapi dalam putusan majelis hakim, pada 18 Maret 2022, perbuatan terdakwa Briptu Fikri dan Ipda Yusmin yang membunuh Laskar FPI tersebut, atas dasar terpaksa dan pembelaan diri. Karena itu, menurut PN Jaksel, dua anggota Polda Metro Jaya itu, tak dapat dijatuhi pidana.

“Menyatakan bahwa kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena ada alasan pembenar dan pemaaf,” demikian petikan putusan PN Jaksel, yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Arif Nuryanta.

Putusan tersebut, memerintahkan dua terdakwa dilepas. “Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum. Dan memulihkan hak-hak terdakwa dan kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” begitu ujar hakim.

sumber : republika.co.id

LEAVE A REPLY