Joe Biden Dilantik, Ini Dampaknya untuk Ekonomi Indonesia

0
WILMINGTON, DE - NOVEMBER 24:  President-elect Joe Biden introduces key foreign policy and national security nominees and appointments at the Queen Theatre on November 24, 2020 in Wilmington, Delaware. As President-elect Biden waits to receive official national security briefings, he is announcing the names of top members of his national security team to the public. Calls continue for President Trump to concede the election as the transition proceeds. Mark Makela/Getty Images/AFP == FOR NEWSPAPERS, INTERNET, TELCOS & TELEVISION USE ONLY ==

Pelita.online – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Hubungan Internasional, Shinta Widjaja Kamdani mengungkapkan, terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) akan memberikan sejumlah peluang dan juga tantangan bagi Indonesia.

Dikatakan Shinta, pelaku usaha menilai era Joe Biden akan lebih menjanjikan untuk pertumbuhan dan peningkatan relasi ekonomi Indonesia – AS dibandingkan era Donald Trump.

Joe Biden rencananya akan dilantik secara resmi sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2021. Sebelumnya, Biden dua kali menjadi Wakil Presiden AS mendampingi Barack Obama (2008-2016).

“Proyeksi kami, akan ada peningkatan kapasitas berusaha dengan AS, peningkatan permintaan pasar AS dan pasar global seiring program stimulus dan normalisasi ekonomi AS,” kata Shinta Kamdani dalam webinar “Prospek Hubungan Ekonomi dan Perdagangan Indonesia-AS di Era Biden”, Selasa (19/1/2021).

Perang dagang antara AS-Tiongkok juga diprediksi akan terus berlanjut. Menurut Shinta, hal ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk menarik investasi AS di sektor manufaktur.

Namun, Shinta melihat ada potensi peningkatan tuduhan antidumping, antisubsidi, dan kebijakan lain oleh AS. Hal ini berkaca dari pengalaman di era Barack Obama saat Joe Biden menjadi wakil presiden.

“Kalau kita ingat di era Obama, Indonesia mengalami banyak tuduhan antidumping dan antisubsidi, khususnya untuk biofuel yang saat ini tidak bisa lagi diekspor ke AS karena tuduhan anti-subsidinya dimenangkan AS di level domestik maupun di level WTO,” kata Shinta.

Pada 2019, AS juga telah memasukkan Indonesia sebagai negara maju. Menurut Shinta, status ini akan membuat Indonesia menjadi lebih sulit memenangkan tuduhan anti-subsidi di AS secara bilateral karena marjin perhitungan subsidi yang dipersempit.

Karenanya, Indonesia harus memastikan agar kebijakan nasional, khususnya yang terkait produk ekspor unggulan betul-betul sejalan dengan aturan perdagangan internasional untuk menghindari peningkatan tuduhan AS.

“Selain itu, kita juga perlu memanfaatkan omnibus law dan reformasi struktural untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia – Amerika Serikat. Yang terpenting, saya rasa kita harus menyadari bahwa Biden akan selalu mendahulukan kepentingan AS. Dia tidak akan segan-segan mematikan kepentingan negara lain misalnya Indonesia, bila kepentingan Indonesia tidak sejalan dengan kepentingan AS,” kata Shinta.

Sementara itu menurut Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan, Ni Made Ayu Marthini, kehadiran Biden sebagai Presiden AS diprediksi tidak akan mengubah banyak arah kebijakan ekonomi dan perdagangan AS, hanya pendekatannya saja yang berbeda.

“Arah kebijakannya tetap sama untuk melayani kepentingan AS. Namun, gaya atau pendekatannya berbeda, lebih multilateralism, lebih friendly, lebih pasti,” kata Ni Made.

Menurutnya, yang perlu dilakukan saat ini adalah menentukan fokus. Misalnya dalam jangka pendek yaitu mengisi pasar AS yang ditinggalkan Tiongkok atau negara-negara lainnya. Kemudian dalam jangka menengah atau panjang menjadi bagian dari supply chain AS dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk investasi dari AS.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020 ekspor dari Indonesia ke AS mencapai US$ 18,6 miliar. Sedangkan impor dari AS ke Indonesia sebesar US$ 7,4 miliar.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY